Jenderal TNI Moeldoko (ist) |
JAKARTA - Panglima TNI Jenderal Moeldoko menilai pendataan kecenderungan pilihan politik warga pada Pilpres 2014 oleh seorang aparat Babinsa di kawasan Cideng, Jakarta Pusat, dinilai bukan sebuah pelanggaran.
"Mereka datang ke lokasi bersama aparat daerah setempat, ternyata apa yang dikatakan pelapor itu tidak terbukti," kata Moeldoko dalam jumpa pers di Base Operasional Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Minggu (8/6/2014).
Moeldoko mengaku, para Ketua RT, Ketua RW, dan Lurah di Cideng siap menjadi saksi bahwa pelanggaran tersebut memang tidak terjadi.
“Setelah diadakan pengecekan atas perkembangan yang simpang siur itu oleh Bawaslu, mereka datang ke lokus kejadian bersama dengan aparat daerah setempat, ada pak camat, lurah, rt, rw dan masyarakat. Apa yang dikatakan oleh pelapor itu tidak terbukti," jelas Moeldoko.
Moeldoko menyatakan TNI wajib bersikap netral dalam setiap pemilu. “Pertanyaannya ini terstruktur atau tidak? Tdak. Apanya yang terstuktur, ini berdampak sistemis atau tidak? Tidak. Lokusnya hanya satu tempat. Tidak ada perintah dari panglima TNI yang meminta Babinsa untuk seperti itu,” tambah Moeldoko.
Pernyataan Moeldoko itu berbeda dengan pernyataan petinggi TNI Angkatan Darat, yang sebelumnya mengatakan pendataan preferensi yang dilakukan oleh Koptu Rusfandi, melakukan pendataan atas inisiatif pribadi.
Moeldoko mengklaim bahwa Ketua Bawaslu, Muhammad, sudah menghubungi dirinya dan menyatakan masalah Babinsa tersebut kepada Panglima TNI.
Menurut Moelkdoko., Bawaslu dan TNI AD memiliki wewenangnya masing-masing untuk memutuskan vonis bersalah atas perbuatan prajurit Tamtama tersebut.
"Dalam konteks politik, Bawaslu punya otoritas untuk memvonis bersalah atau tidak. Dalam konteks penegakan disiplin militer, Kepala Staf punya wewenang mengambil tindakan apabila dipandang ada kesalahan," jelas Moeldoko.
Sebelumnya, TNI AD telah menjatuhkan hukuman kepada Koptu Rusfandi dan Kapten Inf. Saliman selaku atasan Rusfandi di Koramil Gambir, Jakarta Pusat. Keduanya dinilai telah melanggar Pasal 5 Ayat (2) UU No. 26/1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit.
TNI AD menghukum Koptu Rusfandi dengan penahanan berat selama 21 hari dan memberikan sangsi tambahan berupa sanksi administratif penundaan pangkat selama 3 periode (3 x 6 bulan).
Sementara atasan Rusfandi, Kapten Inf. Saliman disanksi dengan hukuman teguran dan diberikan sanksi administratif berupa penundaan pangkat selama 1 periode (1x 6 bulan).
0 comments:
Post a Comment