Zaenal Asikin/Teraslampung.com
BANDARLAMPUNG - Pengadilan Tindan Pidana Korupsi Tanjungkarang menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) di Rumah Sakit Umum A.Dadi Tjokrodipo(RSUDT) Kota Bandarlampung senilai Rp7,2 miliar, Kamis (12/6).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rudy Hartono dalam dakwaannya, menyatakan ketiga terdakwa yakni PNS Dinas Kesehatan (Diskes) Bandarlampung sekaligus ketua panitia pengadaan, M. Noor, direktur PT Terala Inter Nusa, Lukman, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Suwondo didakwa melanggar pasal 3 jo pasal 18 No 31 tahun 1999 UU RI tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Rudi memaparkan, pada tahun 2012, terdapat proyek pengadaan alat kesehatan dan alat KB pada RSUDT Kota Bandarlampung. Proyek itu dilaksanakan berdasarkan dari anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penambahan (APBNP) tugas pembantuan Direktorat Jenderal Bina Uapaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI dengan Daftar Isisan Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tanggal 24 Oktober 2012 sebesar Rp15,5 Miliar.
Perencanaan dan pengajuan bantuan anggaran pengadaan alkes dan KB dilakukan oleh Dr Aulia Indrasari, selaku Direktur RSUDT melalui program E-Planning di Dinas Kesehatan Provinsi Lampung dengan memenuhi syarat berdasarkan surat pengantar dari Walikota 22 Agustus 2011 perihal usulan APBN/ TP tahun 2012.
Setelah prosedur semua selesai, Dr Wirman selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandarlampung ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggara (KPA) dan Suwondo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Selanjutnya Wirman menunjuk terdakwa Muhamad Noor sebagai Ketua Panitia Pengadaan Barang. Dan selanjutnya terdakwa Luqman diangkat menjadi Komisaris PT Tralela Internusa berdasar No. 43 tanggal 14 Agustus 2012 notaris Mainazer Zein. Sedangkan Direktur PT Tralela Internusa adalah Kusnandi Guliling (sudah meninggal).
Selanjutnya, Kusnandi membuat daftar 3 data pembanding harga item-item alat kesehatan yang akan dilakukan pengadaannya. Di dalamnya sudah tertera secara terperinci nama alat-alat, merk dan tipe alat. Dan dilanjutkan Luqman untuk dengan membuat 3 surat penawaran, yang sudah dibubuhi tandatangan dari masing-masing perusahaan, yakni dari Direktur PT Menggala Jaya, dan Direktur PT Risa Putra Mandiri dan Direktur PT Darma Cipta Abadi.
"Bahwa terdakwa Luqman membuat harga perkiraan sendiri (HPS) yang diserahkan kepada terdakwa M Noor dan Soewondo dengan nilai sebesar Rp15,453.978.000, yang dilanjutkan sebagai harga pembanding dari Perusahaan lain dengan sedemikian rupa, agar lelang tersebut dimenangkan oleh terdakwa Luqman," jelas Rudi Hartono.
JPU mengatakan, terdakwa Luqman membuat surat penawaran seolah-olah telah dibuat PT Elkaka Putra Mandiri dan PT Nugraha Thata Sentausa yang akan mendampingi PT Terela Inter Nusa dalam proses pelelangan.
Sebelum memalsukan dukumen penawaran, terdakwa Luqman, berkordinasi dengan terdakwa M Noor, agar diperiksa dan tidak terjadi kesalahan.
"Setelah diperiksa terdakwa M Noor, terjadi persaingan tidak sehat atau persekongkolan antar penyedia barang dan jasa, namun terdakwa M Noor membiarkannya dan tetap dilanjutkan," tutur Rudy Hartono.
PT Terala Internusa memenangkan lelang. Rudy kemudian menandatangani kontrak serta dibuatkan surat perjanjian waktu pelaksanaan selama 30 hari kalender dengan nilai kontrak sebesar Rp15,3 miliar. Terdakwa Luqman menerima uang sebesar Rp2,7 Miliar sebagai pembayaran dimuka 20 persen dari nilai kontrak.
Kemudian terdakwa Soewondo melakukan pemesanan alat kesehatan, yang dibutuhkan. Dari alat kesehatan yang telah dipesan Luqman, terdapat selisih yang cukup jauh dari kontrak antara terdakwa Soewondo dan Luqman, yang sebelumnya dalam pembuatan HPS sudah ditinggikan lebih dulu.
Terdakwa Luqman, M Noor dan Soewondo bersama-sama untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Dan dari harga yang ditentukan antara terdakwa Luqman dan Soewondo dalam pengadaan alkes terdapat selisih sebesar Rp7,2miliar dari harga yang sebenarnya.
"Bahwa setelah mendapat seluruh pembayaran pengerjaan pengadaan alkes RSUDT, dilakukan pencairan dana sebesar Rp10,9 miliar, diterima dari Bank Lampung kepada PT Terala Internusa, pada 19 Desember 2013," jelas JPU.
Dana keseluruhan tersebut, lanjut JPU, terdakwa Luqman, langsung mentansfer sebesar Rp10,9 miliar lebih tersebut ke rekening Kusnadi Guliling.
Perbuatan ke tiga terdakwa, yang telah melakukan pembuatan harga berdasarkan keahlian dan harga pasar setempat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga HPS jauh lebih tinggi dari harga pasar yang wajar.
“Bahwa ketiga terdakwa bersama dengan Kusnadi Guliling bersama-sama dan bersekongkol mengtur harga penawaran. Diluar prosedur lelang. Dan perbuatan terdakwa M Nor, Luqman dan terdakwa Suwondo telah memperkaya dirisendiri atau oranglain yaitu Kusnadi Galiling sejumlah 7,2 miliar. Dan perbuatan para terdakwa merugikan negara sebesar Rp7,2 miliar" kata jaksa.
BANDARLAMPUNG - Pengadilan Tindan Pidana Korupsi Tanjungkarang menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) di Rumah Sakit Umum A.Dadi Tjokrodipo(RSUDT) Kota Bandarlampung senilai Rp7,2 miliar, Kamis (12/6).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rudy Hartono dalam dakwaannya, menyatakan ketiga terdakwa yakni PNS Dinas Kesehatan (Diskes) Bandarlampung sekaligus ketua panitia pengadaan, M. Noor, direktur PT Terala Inter Nusa, Lukman, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Suwondo didakwa melanggar pasal 3 jo pasal 18 No 31 tahun 1999 UU RI tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Rudi memaparkan, pada tahun 2012, terdapat proyek pengadaan alat kesehatan dan alat KB pada RSUDT Kota Bandarlampung. Proyek itu dilaksanakan berdasarkan dari anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penambahan (APBNP) tugas pembantuan Direktorat Jenderal Bina Uapaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI dengan Daftar Isisan Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tanggal 24 Oktober 2012 sebesar Rp15,5 Miliar.
Perencanaan dan pengajuan bantuan anggaran pengadaan alkes dan KB dilakukan oleh Dr Aulia Indrasari, selaku Direktur RSUDT melalui program E-Planning di Dinas Kesehatan Provinsi Lampung dengan memenuhi syarat berdasarkan surat pengantar dari Walikota 22 Agustus 2011 perihal usulan APBN/ TP tahun 2012.
Setelah prosedur semua selesai, Dr Wirman selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandarlampung ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggara (KPA) dan Suwondo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Selanjutnya Wirman menunjuk terdakwa Muhamad Noor sebagai Ketua Panitia Pengadaan Barang. Dan selanjutnya terdakwa Luqman diangkat menjadi Komisaris PT Tralela Internusa berdasar No. 43 tanggal 14 Agustus 2012 notaris Mainazer Zein. Sedangkan Direktur PT Tralela Internusa adalah Kusnandi Guliling (sudah meninggal).
Selanjutnya, Kusnandi membuat daftar 3 data pembanding harga item-item alat kesehatan yang akan dilakukan pengadaannya. Di dalamnya sudah tertera secara terperinci nama alat-alat, merk dan tipe alat. Dan dilanjutkan Luqman untuk dengan membuat 3 surat penawaran, yang sudah dibubuhi tandatangan dari masing-masing perusahaan, yakni dari Direktur PT Menggala Jaya, dan Direktur PT Risa Putra Mandiri dan Direktur PT Darma Cipta Abadi.
"Bahwa terdakwa Luqman membuat harga perkiraan sendiri (HPS) yang diserahkan kepada terdakwa M Noor dan Soewondo dengan nilai sebesar Rp15,453.978.000, yang dilanjutkan sebagai harga pembanding dari Perusahaan lain dengan sedemikian rupa, agar lelang tersebut dimenangkan oleh terdakwa Luqman," jelas Rudi Hartono.
JPU mengatakan, terdakwa Luqman membuat surat penawaran seolah-olah telah dibuat PT Elkaka Putra Mandiri dan PT Nugraha Thata Sentausa yang akan mendampingi PT Terela Inter Nusa dalam proses pelelangan.
Sebelum memalsukan dukumen penawaran, terdakwa Luqman, berkordinasi dengan terdakwa M Noor, agar diperiksa dan tidak terjadi kesalahan.
"Setelah diperiksa terdakwa M Noor, terjadi persaingan tidak sehat atau persekongkolan antar penyedia barang dan jasa, namun terdakwa M Noor membiarkannya dan tetap dilanjutkan," tutur Rudy Hartono.
PT Terala Internusa memenangkan lelang. Rudy kemudian menandatangani kontrak serta dibuatkan surat perjanjian waktu pelaksanaan selama 30 hari kalender dengan nilai kontrak sebesar Rp15,3 miliar. Terdakwa Luqman menerima uang sebesar Rp2,7 Miliar sebagai pembayaran dimuka 20 persen dari nilai kontrak.
Kemudian terdakwa Soewondo melakukan pemesanan alat kesehatan, yang dibutuhkan. Dari alat kesehatan yang telah dipesan Luqman, terdapat selisih yang cukup jauh dari kontrak antara terdakwa Soewondo dan Luqman, yang sebelumnya dalam pembuatan HPS sudah ditinggikan lebih dulu.
Terdakwa Luqman, M Noor dan Soewondo bersama-sama untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Dan dari harga yang ditentukan antara terdakwa Luqman dan Soewondo dalam pengadaan alkes terdapat selisih sebesar Rp7,2miliar dari harga yang sebenarnya.
"Bahwa setelah mendapat seluruh pembayaran pengerjaan pengadaan alkes RSUDT, dilakukan pencairan dana sebesar Rp10,9 miliar, diterima dari Bank Lampung kepada PT Terala Internusa, pada 19 Desember 2013," jelas JPU.
Dana keseluruhan tersebut, lanjut JPU, terdakwa Luqman, langsung mentansfer sebesar Rp10,9 miliar lebih tersebut ke rekening Kusnadi Guliling.
Perbuatan ke tiga terdakwa, yang telah melakukan pembuatan harga berdasarkan keahlian dan harga pasar setempat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga HPS jauh lebih tinggi dari harga pasar yang wajar.
“Bahwa ketiga terdakwa bersama dengan Kusnadi Guliling bersama-sama dan bersekongkol mengtur harga penawaran. Diluar prosedur lelang. Dan perbuatan terdakwa M Nor, Luqman dan terdakwa Suwondo telah memperkaya dirisendiri atau oranglain yaitu Kusnadi Galiling sejumlah 7,2 miliar. Dan perbuatan para terdakwa merugikan negara sebesar Rp7,2 miliar" kata jaksa.
0 comments:
Post a Comment