Zaenal Asikin/Teraslampung.com
BANDARLAMPUNG – Pelaksana tugas (Plt). Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Lampung, M. Zainudin, mengatakan peran orang tua sangat penting dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak. Zaenudin mensinyalir, kasus kekerasan seks terhadap anak, termasuk pedofilia, yang muncul ke permukaan akhir-akhir merupan fenomena gunung es. Artinya, baru sebagian kecil yang muncul ke permukaan, sementara jumlah sebenarnya jauh lebih banyak.
Menurut Zaenudin, banyak faktor pendorong terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak. Selain faktor kelainan seksual pelaku, minimnya pemahaman korban dan orang-orang terdekatnya juga memicu terjadinya kekerasan seksual pada anak.
“Keluarga sangat bereran sangat penting Keluarga merupakan ring pertama yang menjadi benteng bagi anak-anak,” kata Zaenudin, Minggu (8/6)
Terkait kasus kekerasan terhadap anak di Lampung, Zaenudin mengatakan hingga kini pihaknya baru memiliki data laporan kekerasan terhadap anak dari dua daerah. Yakni Bandarlampung dan Lampung Selatan. Di Bandarlampung hingga kini terjadi 40 kasus kekerasan seksual terhadap anak, sementara di Lampung Selatan ada 30 kasus.
“Kami siap siap untuk melakukan pendampingan terhadap korban maupun pelaku yang masih di bawah umur hingga kasus selesai. Namun, keluarga korban maupun korban harus terlebih dahulu membuat pengaduan,” kata dia.
Menurut Zaenudin, korban perlu didampingi karena ada tekanan psikilogis. “Sayangnya banyak orang jika anaknya mengalami kekerasan malu untuk melaporkan ke aparat penegak hukum. Pasalnya, kejadian tersebut masih dikategorikan aib oleh mereka. Apalagi, kebanyakan korban mengenal dengan pelaku," tambahnya.
Zaenudin mengatakan, berdasarka data, berbagai kasus kekerasan seksual yang dialami anak pelakunya banyak dari kalangan terdekat korban. Misalnya paman, sepupu, bahkan ayah kandungnya sendiri.
“Lemahnya pengawasan orang tua menjadikan anak rentan menjadi korban kekerasan seksual. Korban perbuatan asusila ini tidak mengenal jenis kelamin, anak laki-laki pun sekarang juga menjadi sasaran. Ini terkait kelainan seksual pada diri pelakunya, seperti fedofilia. Makanya pengawasan terhadap anak harus ditingkatkan,” kata dia.
Zaenudin menyarankan para orang tua tidak mudah memberi kepercayaan pengasuhan atau penjagaan anak sepenuhnya kepada orang lain. “Orang tua sendiri yang harus memaksimalkan pengawasan. Semua kembali pada keluarga. Suatu hubungan harmonis dan adanya pendidikan agama menjadi modal untuk menghindari terjadinya pelecehan seksual,” kata dia.
Menurut Zaenudin, perkembangan teknologi telepo genggam dan internet menjadi salah satu pemicu kekerasan seks terhadap anak. Sebab itu, kata Zaenudin, para orang tua harus rajin melakukan pengawasan kepada anak.
“Saat ini aplikasi porno dengan mudah bisa dilihat anak-anak di internet, baik melalui Blackberry maupun di warung internet.Meskipun pemerintah sudah memblokir beberapa situs porno dan mengampanyekan internet sehat, tetapi hal itu bisa dijebol,” kata dia.
Ilustrasi kekerasan pada anak |
Menurut Zaenudin, banyak faktor pendorong terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak. Selain faktor kelainan seksual pelaku, minimnya pemahaman korban dan orang-orang terdekatnya juga memicu terjadinya kekerasan seksual pada anak.
“Keluarga sangat bereran sangat penting Keluarga merupakan ring pertama yang menjadi benteng bagi anak-anak,” kata Zaenudin, Minggu (8/6)
Terkait kasus kekerasan terhadap anak di Lampung, Zaenudin mengatakan hingga kini pihaknya baru memiliki data laporan kekerasan terhadap anak dari dua daerah. Yakni Bandarlampung dan Lampung Selatan. Di Bandarlampung hingga kini terjadi 40 kasus kekerasan seksual terhadap anak, sementara di Lampung Selatan ada 30 kasus.
“Kami siap siap untuk melakukan pendampingan terhadap korban maupun pelaku yang masih di bawah umur hingga kasus selesai. Namun, keluarga korban maupun korban harus terlebih dahulu membuat pengaduan,” kata dia.
Menurut Zaenudin, korban perlu didampingi karena ada tekanan psikilogis. “Sayangnya banyak orang jika anaknya mengalami kekerasan malu untuk melaporkan ke aparat penegak hukum. Pasalnya, kejadian tersebut masih dikategorikan aib oleh mereka. Apalagi, kebanyakan korban mengenal dengan pelaku," tambahnya.
Zaenudin mengatakan, berdasarka data, berbagai kasus kekerasan seksual yang dialami anak pelakunya banyak dari kalangan terdekat korban. Misalnya paman, sepupu, bahkan ayah kandungnya sendiri.
“Lemahnya pengawasan orang tua menjadikan anak rentan menjadi korban kekerasan seksual. Korban perbuatan asusila ini tidak mengenal jenis kelamin, anak laki-laki pun sekarang juga menjadi sasaran. Ini terkait kelainan seksual pada diri pelakunya, seperti fedofilia. Makanya pengawasan terhadap anak harus ditingkatkan,” kata dia.
Zaenudin menyarankan para orang tua tidak mudah memberi kepercayaan pengasuhan atau penjagaan anak sepenuhnya kepada orang lain. “Orang tua sendiri yang harus memaksimalkan pengawasan. Semua kembali pada keluarga. Suatu hubungan harmonis dan adanya pendidikan agama menjadi modal untuk menghindari terjadinya pelecehan seksual,” kata dia.
Menurut Zaenudin, perkembangan teknologi telepo genggam dan internet menjadi salah satu pemicu kekerasan seks terhadap anak. Sebab itu, kata Zaenudin, para orang tua harus rajin melakukan pengawasan kepada anak.
“Saat ini aplikasi porno dengan mudah bisa dilihat anak-anak di internet, baik melalui Blackberry maupun di warung internet.Meskipun pemerintah sudah memblokir beberapa situs porno dan mengampanyekan internet sehat, tetapi hal itu bisa dijebol,” kata dia.
0 comments:
Post a Comment