728x90 AdSpace

  • Berita Terkini

    Saturday, May 10, 2014

    Puisi-Puisi Marina Novianti



    ORANG ORANG BERMATA KILAU

    ada rasa asin merembes dari sela bibir pecah.  ujung lidah kering merindu cairan.  butir-butir keringatku sendiri bergulir dari pelipis menyeberang mata, ke bawah.  aroma anyir seusai perang,  kabut pedih kepulan mesiu. menyesakkan sudut mata, cuping hidung.  nuansa kematian di mana-mana.

    pengap. terlalu pengap. aku tak bisa bernapas! terus melangkah.  dongak kepala, kupicingkan mata menantang bola api menyala di atas.  kukutuki surya! telah ia tikamkan terik ke tubuh tercabik luka! telah ia didihkan bongkah tanah dibawah tumit pecah merekah!  lolong angin kemarau riuh rendah. terbangkan butir pasir, berhamburan mengisi kulitku.

    angin riuh. daun kering menari berputar-putar di jalanan berlubang. helai coklat kuning berkejaran spiral. pasrah rebah di tanah.  bersitumbuk tubuh kami. jatuh terinjak-injak, kami terus berjalan perlahan.

    di bentangan berdebu, kami, kaum yang bertahan hidup, berjubah tudung hitam kumal.  jubah rombeng. menyedihkan untuk melindungi. sosok hitam tegak, bungkuk, besar, kecil, berjalan. tertatih tembus tabir udara pengap. tiupan angin meraung-raung.

    sembari menapak langkah, lambat laun kusadari.di antara kami, mata berkilau.  bekerjap binar. bersinar terang, atau redup.  sedetik kilat, atau perlahan. di dekat, jauh, di manapun. tiap kilau membawa sepenggal adegan kehidupan. mereka saksikan atau alami selama mengada.

    orang-orang bermata kilau  berjalan sendirian, lalu saling berhadapan, memutuskan melangkah bersama.  beberapa telah berdampingan sekian masa, beriringan menapak kaki satu demi satu ke depan. namun semuanya sama: kilau mata menyeruak keluar dari kepala, lamat-lamat menjelma nada.

    sulit bagiku menentukan, rintih atau senandung nada jelma kudengar. lirih sedu dan getar telah menjadi padu. nada-nada  bertaut, membentuk harmoni.  tiap nada tercipta berpadanan dengan mata kilau.  mewujud helaian panjang putih melambai-lambai tertiup angin, di keruh udara abu.  segenap penjuru mata angin, lantunan bening paduan nada naik turun perlahan. pedih dan indah terbit bersamaan.

    langkahku terhenti. satu dari beribu tumpukan puing-puing yang berserak.  potongan-potongan kaca menyelip pada rangka jendela. membayang pantulan wajahku, patah-patah retakan kaca.  dua mata berkilau, seperti mata mereka. menyelinap keluar diriku, menjelma untai gumaman ini.

    MN, September 2013





    DOA PENARI

    ajari aku, langit dan bumi
    sisipkan kuasamu, ruh ilahi
    izinkan tiap lekuk gerak lantun nada
    menjelma hikayat segenap rasa
    tentang awal, akhir dan rahasia di antaranya

    MN, Desember 2013





    PANTAI 2

    pantaiku tidak bercamar
    ia debur gelombang
    dikelilingi batu karang
    bernaung awan melayang

    pantaiku hening
    hening  bening.

    MN, Mei 2013






    KOLONI TERAKHIR

    koloni terakhir di dasar cangkir
    bergulir geliat cari selamat
    berharap luput hirupan sepasang bibir

    melekat pekat di dinding putih
    pelan terhisap meluncur pedih
    jatuh ke dalam dahaga ringkih

    memang begitu hakikat tercipta
    bersama kembali volume semula
    saat seduhan penuh pekat aroma

    MN November 2012





    TAK ADA HUJAN DI TUKTUK

    tak ada hujan di tuktuk hari ini
    anak - anak berdada tembaga tengadahkan kepala
    berharap melihat gumpalan kelabu selimuti mentari jingga
    mereka rindu berlarian di antara rinai

    tak ada hujan di tuktuk hari ini
    kawanan burung terbang sejengkal di atas danau toba
    entah sedang menghindari uap debu sinabung
    atau nikmati sejuk kibasan ekor ikan pora - pora

    tak ada hujan di tuktuk hari ini
    titik - titik basahnya lesap ke dalam langit samosir
    bersama angin perlahan melaju. berdesir
    menuju, berembun biru di hatiku

    MN, Feb 2014





    YANG TERSISA ADALAH KITA

    yang tersisa adalah kita
    setelah kepergian mematirasa

    yang terluka adalah kita
    tercerabut dari dekapan mesra

    yang meratap adalah kita
    lebur kenangan raga bersama

    yang tercinta genggam bahagia
    merdeka ruh dari derita

    di suatu tempat tiap ketika
    tatapan teduh belai kekasih

    berbisik damai sejati kini,
    ‘kirimi aku doa. tersenyumlah.’

    MN, Oktober 2013





    SELASA

    tentang selasa abu kelu
    oleh ritual seribu satu.

    dari rongga jiwa,
    sepotong rindu diam-diam
    menyelinap keluar jendela
    menuju gumpalan awan

    masih basah bertitik hujan
    sepotong rindu tak tertawan
    melesat ia menuju hatimu

    September 2013




    TENTANG PERPISAHAN

    tak pernah kumusuhi kepergian. sungguh. tak pernah pula kukutuki perpisahan.  saat ragamu menjauh, masih kuingat pernah kautitipkan hatimu di dadaku. selembar jiwaku pernah tinggal di dadamu.  tidak akan berharga saat – saat manis, bila pedih luka menganga tak menjadi bagian degup rasa. 

    ketahuilah. saat yang paling menentukan adalah ketika jarak di antara kita mulai mewujud. masih serupa janin lugu.  ia bahkan tak sadar makna penting kelahirannya. seiring mendewasanya jarak,  keberadaannya makin berdaya. terus ia bergumam menggeliat di tengah-tengah kita, bahkan saat kita sangka kita hanya berdua.

    pelan tapi pasti, kedua lengan jarak kokoh mencengkeram  kita : satu lengan pada ruhmu, lengan lain pada ruhku.  keduanya saling merenggang, mengoyakkan perekat pemersatu kita. perpisahan menjelma sebagai nama lain jarak yang tumbuh dewasa.

    tak pernah kumusuhi kepergian. sungguh.  tak pernah pula kukutuki perpisahan. hanya saja kuharap : jangan menoleh ke belakang, saat kau melangkah meninggalkanku.  teruslah berjalan. terus saja. jangan berhenti walau sejenak. agar leluasa kristal pelupuk mata kutitikkan, tanpa harus berpura-pura tegar di depanmu.

    MN, Juli 2013


    Marina Novianti, lahir di Medan, 21 November 1971.  Semasa kecilnya gemar baca novel dan nonton The Sound Of Music. Baginya, novel dan film ia jadikan medium belajar bahasa Inggris secara otodidak.  Selain itu, ia dan ketiga saudarinya belajar mengikuti kursus piano.

    Tahun 2011 Marina menulis buku RingTone Biologi untuk SMP/ MTs, sebuah ringkasan teori dan evaluasi soal-soal Biologi untuk Sekolah Menengah Pertama yang diterbitkan Grasindo.  Tahun berikutnya buku Selamat Pagi Pak Guru, sebuah sharing tentang kehidupan keluarga dan pertumbuhan anak ditulisnya dan diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan. Marina juga menggubah beberapa lagu, di antaranya Rayakan Musik Dalam Hidupmu.

    September 2012, Marina bergabung dalam grup Facebook Writing for Healing. Di grup yang didirikan pionir penulisan kreatif di Indonesia ini, Naning Pranoto, Marina menemukan wahana untuk mengkristalkan renungan dan pikirannya dalam bentuk puisi. Ia juga mendalami sastra Indonesia dan sastra dunia. Tahun 2013, lahirlah antologi puisinya Aku Mati di Pantai. Selama tahun 2013 Marina bekerja di Griya Sastra Budaya Obor, sebuah wadah sastra rekanan Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan menyelenggarakan event – event sastra budaya  di GSBO.



    ____________
    *puisi-puisi ini dikutip dari buku puisi Pendar Plasma karya Marina Novianti , Penerbit Teras Budaya, Jakarta (2014). Buku puisi ini akan diluncurkan 18 Mei 2014 di PDS HB Jassin dalam acara Apresiasi Buku Puisi Pendar Plasma Marina Novianti, dengan pembicara Akidah Gauzilah, Saut Poltak Tambunan, Ariany Isnamurti (PDS HB Jassin), dan Remmy Novaris DM, moderator Nanang R. Supriyatin

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Puisi-Puisi Marina Novianti Rating: 5 Reviewed By: r3nc0n9
    Scroll to Top