728x90 AdSpace

  • Berita Terkini

    Thursday, May 29, 2014

    Pilpres Bukan Hak Tapi Kewajiban*

    Ezki Suyanto
    Sudah dua malam saya membuat coret2 apa yang ingin saya tuangkan menjadi sebuah note. Hiruk pikuk Pilpres membuat kita bertambah teman tapi juga kehilangan teman, buat saya tidak ada yang istimewa dengan fenomena ini. Dalam kehidupan sehari2 tanpa heboh2 Pilpres saya bisa mendapatkan atau kehilangan teman.

    Cuma,yang agak sedikit mengganggu cara beberapa orang yang memfitnah dan mengadu domba  yang bicara atas nama demokrasi dan memanipulasi fakta. Saya ingin meluruskan fakta dan bila sesudah ini masih kehilangan teman,tak ada yang istimewa juga tapi fitnah dan adu domba harus diluruskan,itu menurut ajaran agama yang saya anut.

    Fakta,saya memutuskan memilih Jokowi setelah Sby mengatakan posisinya netral dalam Pilpres kali ini,sebelumnya saya masih menunggu apakah rakyat Indonesia hanya diberikan 2 calon yang sudah kita ketahui Jokowi dan Prabowo atau ada 3 calon. Sebelum ada keputusan ini saya tidak ambil sikap karena memang saya bukan fans berat Jokowi. Bahkan saya tidak memilih Jokowi pada putaran pertama,dan Golput pada putaran kedua di Pilkada DKI. Tidak ada alasan yang spesifik apalagi politis kecuali saya tidak tahu apa2 mengenai Jokowi.

    Kemudian fakta selanjutnya,kenapa saya akhirnya memilih Jokowi,ini ada alasannya,yaitu karena lawannya Prabowo. Fakta,selanjutnya kenapa dengan Prabowo?

    Fakta, kembali ke masa lalu,pasca 27 Juli 1996,saya membantu finansial ibu saya menopang kegiatannya membantu pergerakan bawah tanah beberapa aktivis menentang orde baru.

    Tentu,saya tidak sendirian,beberapa orang juga turut membantu gerakan tersebut. Ternyata ibu saya minta saya melakukan beberapa rencana yang saat itu sedikit aman bila dilakukan jurnalis,profesi yang saya tekuni sejak 1993. Mulailah saya bertemu dengan aktivis under ground dan membantu mereka terutama sebagai penghubung yang didalam penjara (Budiman Sujatmiko,wilson,Jakobus eko Kurniawan,Anom Astika,Pranowo,Suroso,Ken Ndaru dan Garda Sembiring) dengan yang diluar penjara (Andi Arief,nezar Patria,Herman,Bimo Petrus,Sere Tambunan,Agus Jabo,Bambang Ekalaya,Suyat,Megi,Waluyo Jati,Faisol Reza,Mugiyanto,maaf kalau ada yang terlewat).

    Alasan saya sederhana kenapa saya mau membantu mereka,”karena ibu saya yang minta”, ibu saya tidak minta bantuan ini kepada anak2nya yang lain,sampai saat ini saya tidak tahu alasannya apa dan kenapa.

    Saat 1998 memanas rezim Suharto mulai menangkap dan menculik para aktivis, saya sebenarnya salah satu yang saat itu juga hendak diculik. Ada 16 orang berpakaian sipil (28 Februari 1998)datang ke rumah orang tua saya kemudian menggeledah rumah mencari saya,itu satu minggu sebelum para aktivis yang saya sebut diatas diculik. Lucunya,mereka tidak tahu bahwa saya perempuan setelah lihat foto keluarga mereka baru tahu jenis kelamin yang ingin diculik. Namun,Tuhan masih melindungi,saya sedang berada diluar rumah. Adik dan ibu saya hanya diberitahu oleh Kopassus (mereka hanya memberitahu siapa mereka)bahwa kegiatan saya sangat berbahaya. Adik saya menelpon ke handphone minta saya tidak pulang lagi ke rumah,kemudian saya disembunyikan oleh Alm Munir dan dibantu oleh Romo Sandyawan di sebuah tempat di Cempaka Putih. Alm ayah saya menelpon kerabat yang bekerja di Kopassus,dan dia minta satu jam untuk cek apa yang terjadi. Tidak sampai satu jam dia mengatakan kepada ayah saya agar saya dibawa saja dulu keluar Indonesia sampai situasi membaik,tidak ada yang bisa dia lakukan pada saat itu.Kerabat saya itu belakangan ternyata salah satu anggota Tim Mawar (nama sandi untuk pasukan penculik Kopassus).

    Saya dibantu oleh beberapa jaringan akhirnya berangkat ke New York,AS,banyak komentar lucu karena status saya asylum tapi ke New York(senyum). Saya berada dibawah perlindungan Committee Protect Journalist (CPJ) dan Human Rights watch (HRW). Singkatnya,setelah kejadian saya ternyata nama2 yang saya sebut diatas diculik,sungguh saya sedih dan marah,karena hampir setiap hari saya bersama mereka. Setiap pulang kerja,gantian saya bertemu dengan mereka,kebanyakan diskusi soal politik dan kemanusiaan. Dari teman2 itulah saya belajar kemanusiaan dan solidaritas.

    Jadi,penculikan itu sangat memukul saya bahkan saya tidak mau kemana2,saya diam di apartemen ,menangis,sampai saya disadarkan beberapa teman disana untuk membantu mereka kampanye untuk teman2 agar segera ditemukan. Saya ingat yang terakhir diculik Andi Arief dan saya pingsan di sebuah perpustakaan di Washington DC,saat saya mendengar dia diculik di Lampung.Terbayang oleh saya bahwa teman2 bukan saja disiksa tapi pasti sudah mati. Jangan tanya bagaimana perasaan bersalah saya saat itu.

    Singkatnya,terjadi peristiwa Mei 1998, Reformasi, Suharto turun, kemudian desakan berbagai pihak juga keputusan Gus Dur,teman2 di penjara dibebaskan,yang diculik sebagian muncul dan dibebaskan(Faisol Reza,Andi Arief,Waluyo Jati,Mugiyanto dan Nezar).Lalu,kemana yang lain?

    Dibentuk DKP dan TGPF,hasilnya Prabowo dipecat dan tim Mawar diadili,tapi Herman,Suyat dan Bimo sampai saat ini entah dimana. Semua rekomendasi dari DPR dan Komnas HAM mengarah pada keterlibatan Prabowo dan Wiranto. Prabowo sendiri lari ke Yordania,mengelak ketika dipanggil Komnas HAM.

    Saya pulang kembali menjadi jurnalis dan diwaktu senggang membantuKontras. Jadi,saya tahu betul perjuangan para orang tua dan keluarga mencari keluarganya yang hilang. Saya tahu betul keluarga2 ini dipermainkan oleh penguasa,bukan itu saja saya tahu tawa sinis dari para pihak yang harusnya mempunyai akses untuk membuka tabir ini. Paling pahit adalah bahwa keluarga korban sampai kapanpun menganggap anak yang diculik masih hidup dan akan pulang sampai beberapa orang tua korban meninggal membawa harapan itu ke alam kubur.

    Situasi politik yang entah kenapa jadi begini,membuat Prabowo bisa mencalonkan diri menjadi cawapres pada 2009,saya bersama teman2  terus mengkampanyekan agar tidak memilih pasangan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo,caranya?melakukan kewajiban membela teman2 yang masih hilang dengan memilih pasangan Sby dan Budiono. Karena itu saya kritis terhadap kebijakan dan kegiatan Sby-Budiono.

    Kewajiban itu saya lakukan lagi sekarang saya memilih Jokowi-JK untuk menghambat Prabowo menjadi presiden. Saya percaya satu suara sangat bermanfaat. Sikap saya juga sama akan mengkritisi kebijakan Jokowi-JK bila jadi pemimpin negeri ini. Silahkan dilacak sosial media,saya bahkan mengkritisi Jokowi yang kerap menyebut nama Abraham Samad. Saya tulis dua hari sebelum deklarasi Jokowi JK. Saya berdebat panjang dengan kelompok yang menginginkan Samad menjadi cawapres.

    Saat diumumkan tim pemenangan Pilpres (28/5) saya kritisi ada nama OC Kaligis karena pernah menjadi kuasa hukum koruptor. Saya tahu dalam tubuh internal Jokowi ada beberapa orang yang juga harus bertanggungjawab terhadap kekerasan di negeri ini seperti AM Hendropriyono,namun Hendro tidak nyapres jadi saya tidak mau buang waktu dulu untuk fokus kesana,kita akan tagih tanggungjawabnya nanti.

    Tentu saja argumen saya bisa didebat dan bebas saja yang beda pendapat. Buat saya sosok Prabowo menjadi personal enemy karena itu saya tidak minta orang mengerti keputusan dan sikap saya. Setiap orang punya pilhan dan sikap masing2.

    Sikap saya yang hitam putih ini membuahkan kebencian dari beberapa teman tapi juga tawaran menjadi tim sukses namun semua saya tolak. Saya memberikan masukkan kepada teman2 yang menjadi relawan Jokowi sesuai dengan kapasitas saya karena saya tahu kegelisahan mereka setali tiga uang dengan saya. Bertemu dengan beberapa teman menguatkan saya bahwa memang Prabowo harus dilawan.

    Saya bukan politikus,saya tidak cari materi dalam Pilpres ini apalagi jabatan, Saya hanya ingin melawan seperti 5 tahun lalu. Urusan menang dan kalah soal lain,saya harus melawan.Saya tetap ingin menjadi jurnalis,saya ingin menjalankan kewajiban saya membela teman2 dengan menggunakan hak pilih sebaik2nya 9 Juli nanti.

    Jokowi menjadi presiden, saya dan teman2 akan mengkritisi dan menagih kepastian teman2 yang masih hilang. Bila Prabowo yang menjadi presiden seperti yang pernah saya tulis di FB,saya sendiri atau bersama teman2 akan melawan dengan segala kemampuan yang ada. Buat saya ini hutang yang wajib saya tunaikan. Bila masih ada yang meragukan niat saya ini,Biar  waktu yang Menentukan...

    Supaya tidak simpang siur karena fitnah dan adu domba saya posting note ini ke FB,saya tidak tahu.gaptek, bagaimana agar bisa dibaca di sosial media lain...Terimakasih sudah baca

    Salam,


    * Catatan FB Ezki Suyanto

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Pilpres Bukan Hak Tapi Kewajiban* Rating: 5 Reviewed By: r3nc0n9
    Scroll to Top