728x90 AdSpace

  • Berita Terkini

    Tuesday, June 3, 2014

    Kasus Kredit Fiktif Rp 82 Miliar: Istri Wakil Bupati Lampung Selatan Diancam Hukuman Lima Tahun Penjara

    Zaenal Asikin/Teraslampung.com


    Melin Haryani Wijaya saat mendengarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada sidang kasus kredit fiktif senilai Rp 82 miliar, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang, Lampung, Selasa (3/6). Foto: Teraslampung/Zaenal
    BANDARLAMPUNG - Komisaris Utama PT Natar Perdana Abadi (NPA), Melin Haryani Wijaya (41) yang juga istri Wakil Bupati Lampung Selatan, Eky Setyanto, menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang, Lampung, Selasa (3/6).


    Melin menjadi terdakwa terkait perkara kredit fiktif antara Bank BRI Cabang Teluk Betung dan PT Natar Perdana Motor (NPM) senilai Rp 82 miliar. Dalam persidangan yang dipimpin Poltak Sitorus‬,S.H. Jaksa Penuntut Umum (JPU) M. Syarif mendakwa Melin dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP  dengan ancaman hukuman penjara lima tahun.

    Dalam dakwaannya jaksa Syarif  menjelaskan, Melin Harya Wijaya telah melakukan perjanjian kerja sama pelayanan kredit kendaraan bermotor dengan PT BRI Persero Tbk Kanwil Palembang yang dilakukan dengan cara membuat surat perjanjian kerja sama yang ditandatangani baik oleh pihak PT NPA dan pihak PT BRI Persero Tbk.

    Perjanjian kerja sama pelayanan kredit kendaraan bermotor antara PT BRI wilayah Palembang dengan PT NPA yang ditandatangani oleh pimpinan wilayah PT BRI dan Direktur PT NPA, yaitu Eki Setyanto dan Komisaris Utama yaitu terdakwa Melin, dengan  pinjaman sebesar Rp 15 miliar di hadapan Notaris Eva Susilawati.

    Kemudian dilakukan revisi perjanjian kerja sama yang ditandatangani Sutoyo dan Eki Setyanto serta terdakwa, dengan adendum plafond pinjakman Rp 10 miliar, sehingga total pinjaman sebesar Rp 25 miliar.  Perjanjian tersebut kemudian diperbarui lagi dengan perjanjian kerja sama yang ditandatangani oleh Pimpinan PT BRI, Diretur PT NPA, dan terdakwa dengan adendum plafon  pinjaman sebesar Rp 25 miliar sehingga total pinjaman sebesar Rp 50 miliar.

    Menurut Jaksa Penuntut Umum, terdakwa Melin mempunyai tanggungjawab atas segala aktivitas yang dilakukan atas nama PT NPA. Segala aktivitas PT NPA yang berkaitan dengan ditanda tanganinya surat PKS tersebut, baik yang dilakukan terdakwa maupun oleh staf atau karyawan PT NPA adalah merupakan tanggungjawab terdakwa.

    “Namun ternyata Melin telah mengajukan permohonan kredit kendaraan bermotor yang diajukan secara bertahap dimana setiap pengajuan mencapai 200 sampe dengan 300 berkas debitur,” kata Jaksa Penuntut Umum.

    Pada saat jatuh tempo PT NPA akan melakukan pembayaran angsuran dari debitur dengan penyetoran debet rekening giro PT NPA di kantor cabang PT BRI Persero Tbk pelaksana main account dengan melapirkan list debitur yang jatuh tempo. Dimana berkas permohonannya tidak dilakukan sesuai persyrakatn tersebut mengenai persyaratan formil dari debitur yang tidak ditandatangani sendiri oleh debitur.

    Selanjutnya, menurut jaksa, baik debitur Ucok Siregar maupun Eko Susanto ternyata sama sekali tidak pernah datang baik ke kantor PT NPA untuk mengklarifikasi data permohonan maupun datang ke kantor BRI untuk menerima uang kredit ataupun menerima kendaraan bermotor sebagaiman yang semestinya selaku debitur pada umumnya.

    Pengajuan permohonan KKB tersebut diatas, dilakukan oleh terdakwa berdasarkan suatu kondisi dimana permohonan KKB PT NPA, sebelumnya mengalami kemacetan cicilan sehingga terjadi tunggalam kredit macet sebesar Rp 82 miliar.

    Kemudian terdakwa sebagai penanggungjawab atas nama PT NPA kredit tersebut menghubungi Ahmad Nizam Iqbal untuk meminta dilakukan restrukturisasi kredit. Namun, menurut Nizam selaku karyawan BRI memberikan solusi agar terdakwa mengajukan permohonan KKB baru dengan data debitur yang sebelumnya pernah diajukan dengan menduplikat data permohonan para debitur tanpa sepengetahuan para debitur. Lalu apabila permohonan KKB tersebut telah cair maka uang yang cair dari permohonan KKB dapat digunakan untuk melunasi kredit yang macet.

    "Kredit dicairkan dengan menggunakan nota pencairan UM 06 yang ditandatangani saksi Fredy Victory, saksi Firdaus dan Tahmrin dengan jumlah kredit sebesar Rp 10 juta dengan nomor rekening Eko Susanto yang dipindah bukukan ke rekening PT NPA. Bahwa nilai pencairan kredit sebesar Rp 10 juta. Lalu dana pencairan tersebutmasuk ke dalam rekening PT NPA. Namun pada kenyataannya nasabah atas nama Eko dan Ucok tidak pernah menerima apapun dari PT BRI Cabang Telukbetung," tutur JPU.

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Kasus Kredit Fiktif Rp 82 Miliar: Istri Wakil Bupati Lampung Selatan Diancam Hukuman Lima Tahun Penjara Rating: 5 Reviewed By: r3nc0n9
    Scroll to Top