728x90 AdSpace

  • Berita Terkini

    Saturday, May 24, 2014

    Puisi-puisi Arther Panther Olii

    3 Kwatrin Untukmu

    : Hera


    1/
    Kwatrin tentang Lindap

    Niatan di hatimu jangan sesekali kau ubah. Jika memungkinkan
    Tuk semayamkan rembulan di bilik hatimu, maka hadiahilah langit
    Dengan doa-doa tanpa dusta. Tanpa angkara, tanpa pernah hidupkan
    Perkara antara mana yang lebih kelam: nasib atau takdir?
     
    2/
    Kwatrin tentang Ragu

    Sejak dipertemukan oleh waktu, kita lebih banyak berbahasa sepi. Kau
    Atau aku yang mulamula menghidupkan debar terpanjang? Debar yang 
    Simpulkan sabar tak terkira. Mana kala pagi bertandang, sisa cahaya
    Malam melagukan elegi tentang betapa timpangnya perbedaaan kauaku.
     
    3/
    Kwatrin tentang Ngilu

    Diterbangkan begitu jauh ketegaran yang pernah kau rajut. Langit
    Mendadak tanpa warna di hari perpisahan. Aku akan menyicil kehidupan
    Yang serba terahasiakan. Dan kutinggalkan kau untuk berdiri di sebuah
    Persimpangan yang sangat asing. Kau pun basah oleh gerimis paling amis.


    Manado, September 2011.

    Van Gogh: "The Olive Trees"



    Sementara Itu, Puisi Terus Mencatat Kenangan Tentang Engkau

    : Fajar Marta Chaniago


    ingin kembali o ingin kembali
    torang samua ke kota ternate

    tersenyumlah engkau di sana, saudaraku
    karena saat ini kucatat engkau dalam puisi
    adalah kenangan itu yang hendak sua
    kenangan yang melulu julurkan kehangatan

    lalu, harus kau urai juga apa-apa yang kau rawat
    di benakmu yang ditikam onak kerinduan
    tentang aku, tentang kami yang nama-namanya
    begitu pelangi melengkung indah di langit hatimu

    pada suatu malam, di kota ternate
    kita susuri anak-anak tangga kedaton tua
    sembari tatap mata terus bertukar kekaguman
    pertemuan ini kehendak puisi jua, ujarmu

    ingin kembali o ingin kembali
    torang samua ke kota ternate

    sementara itu, puisi terus mencatat
    kenangan tentang engkau, tentang lembut
    tutur katamu, tentang semangatmu
    yang lebih bara dari larva gamalama

    ada yang tak akan berhenti diriwayatkan, saudaraku
    jejak langkah kita di sepanjang jalan kota ternate
    sungguh magis, menjauhkan tangis dari
    utuh bebayang kita yang teguh berkibar di tepi pantai sulamadaha

    pada suatu senja, di kota ternate
    kita sesaki sudut-sudut batu angus
    seraya menghitung gugusan debar kebanggan
    yang telah diciptakan oleh puisi

    ingin kembali o ingin kembali
    torang samua ke kota ternate

    ledakkanlah tawamu di sana, saudaraku
    karena sesaat lagi puisi akan usai menggelitik
    ruang sadarmu, menghantarkan kenangan
    putih, seputih buih-buih air laut ternate

    lantas, pernahkah menyusut ingatan
    akan sebuah perayaan pertautan beberapa hati?
    o, usirlah lawatan jemu, rawatlah sengatan penantian
    di sejauh terbangnya puisi, rindu harus terus mengiringi

    pada suatu siang, di kota ternate
    kita gerahkan rumah makan floridas
    sembari memotret raga pulau seribu di kejauhan
    sesiang itu, peluh bukanlah hasil sebuah keluh

    ingin kembali o ingin kembali
    torang samua ke kota ternate

    sementara itu, puisi tiada letih
    terus mencatat kenangan tentang engkau,
    tentang santun bahasamu, tentang gairah hidupmu
    yang lebih nyala dari mentari pagi di kota ternate

    ada yang tak jemu dituturkan kembali, saudaraku
    sebuah pelukan di antara kesangaran benteng kalamata
    amatlah teduh, suguhkan kegirangan sarat nuansa
    perpisahan bukanlah bagian lembaran asa

    pada suatu pagi, di kota ternate
    kita riuhkan kafe hotel amara
    seraya saling berebutan menjelaskan seberapa bahagia
    puisi terus mencatat kenangan sebuah pertemuan


    Manado, 27072012.





    Kisah Sepasang Tangan yang Tak Mau Diam Tatkala Subuh

    Tangan Kanan

    Aku dimulakan oleh mimpi. Dibatas-batasnya yang absurd, aku naik-turunkan ayunan. Di benaknya yang mesum, senyumku menjadi pecahan-pacahan culumus. Dirumuskannya aku dalam sebuah doa, lalu dihempaskannya aku ke dalam dosa. Senantiasa. Selalu. Setiap dingin itu menekuri ingin.

    Tangan Kiri

    Aku dihentikan oleh kegilaan. Pekik yang disumbat oleh lelehan embun dari kelopak mimpi. Bernapaslah dengan teratur sebelum segenap angan terbentur. Pada dinding subuh, sekalimat tanya hanya menjadi hiasan kusam. Pada ranjang subuh, kegelisahan adalah samudera dengan ombak yang kusut. Susut. Mengerucut. Setiap kali hasrat itu datang dengan wajah-wajah yang sama; wajah sepi, wajah sendiri. Sepenuh perih.


    Manado, 18092012.





    Langkah yang Mengayunkan Ketabahan


    Usai percakapan dengan terik, kusimpan segala pekik
    Bebayang kemudian luruh, ikuti ihwal suluh

    Sederetan tanya itu; kalimat-kalimat rancu
    Hendak ke mana hati mencari cinta paling arti?

    Langkah terus berdegap, sepenuh gegap
    Meniadakan gelap, menghanyutkan lelap

    Berpulanglah riwayat pada sepasang mata yang sarat
    Masa lalu yang enggan, masa kini yang segan

    Angin membaca keinginan, langit menampung ketabahan
    Irama-irama debu paling paham mengirim pesan-pesan kelabu

    Manalah sempat kubasuh wajah
    Siang terlalu panjang datang menjajah

    Di beranda malam, langkah sejenak terhenti
    Dan segenap kecemasan dibekap letih


    Manado, 18092011


    Arther Fanther Olii, kelahiran Menado. Pernah diundang setelah lolos kurasi karya pada Temu Sastrawan Indonesia (TSI) di Ternate, Pertemuan Penyair Nusantara VI di Jambi. Karya-karyanya tersebar di pelbagai media dan antologi puisi bersama.

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Puisi-puisi Arther Panther Olii Rating: 5 Reviewed By: r3nc0n9
    Scroll to Top