728x90 AdSpace

  • Berita Terkini

    Thursday, May 22, 2014

    Melintas Batas pada 'Pembatas Buku' Yuli Nugrahani

    BANDARLAMPUNG, Teraslampung - Yuli Nugrahani baru-baru ini menerbitkan sebuah buku kumpulan puisi berjudul Pembatas Buku. Ada 40 judul termaktub dalam buku ini. Berbagai tema dimunculkan, mulai dari cinta, kerinduan, kehampaan, pergulatan-pergulatan personal dan sosial. Sebagian dari antaranya dibungkus dalam cerita-cerita dengan tokoh yang saling bercakap, atau diajak bercakap oleh penyairnya. Bagi yang tidak menyukai puisi pun mereka masih bisa menikmati cerita-cerita yang disodorkan penulis karena keruntutan kisahnya.

    Ini akan memudahkan para pembaca awam sastra. Lihat saja satu puisi berjudul "Sehelai Rambut Kresna". Penulis meletakkan pergulatannya sendiri dalam pergulatan Arjuna dan Kresna. Dialog antara Arjuna dan Kresna digambarkan begitu dekat, ada di sekitar penulis – atau pembaca – dan dapat dirasakan bahwa apa yang dikeluhkan oleh Arjuna pun dapat terjadi dalam hidup sehari-hari.
    ...
    Hati dan logika tiba-tiba bermain sandiwara
    menjadi Arjuna dan Kresna di atas kereta.
    Tanpa beradu pandang, di depan dan belakang
    saling berbincang, menguarkan kasih sayang.

    Lihatlah wajah Arjuna, gundah masai, duduk
    tangan ragu memegang busur terkulai.
    “Kewajiban, Arjuna, lebih utama dari sukma
    kesepian.”

    Tak ada suara setuju dalam badai menderu,
    pun Arjuna diam gelisah tanpa menimbang.
    Kresna tak melepas tali kekang, menggeser kata
    lebih tandas melecut gamang.
    ...

    Atau pada sebuah puisi yang berjudul “Tersembunyi di Pulau Delos”. Yuli mengambil tokoh Diana dari Pulau Delos untuk mendekatkan perasaan dan pikirannya tentang Kekasih, atau mungkin Sang Ilahi.

    Telah kau kecup ribuan kuncup dadaku
    setiap ujungnya mekar di bibirmu, Kekasih.
    Seperti sayap kolibri menyusu bunga sepatu
    aku melayang bergetar dalam nikmat cintamu.

    Para nimfa kutolak melindungi tubuhku
    jangkung telanjang di hadapanmu, Kekasih.
    Segar berselempang percik air keniscayaan
    aku menjelma utuh bersama genggamanmu.

    Engkau bukan Aktaion sang pengintip
    yang memuaskan inderawi haus pujian.
    Engkau senyata perengkuh jiwa tanpa rupa
    menegakkan sujud sejajar dengan harapan.

    Kalau malam ini kupalang ambang jendela
    kupastikan kau ada di dalam rumahku, Kekasih.
    Menyelinap liang luka menabur biji ungu gandaria
    mengumpulkan getah selagi embun menua.

    Aku tak peduli dipanggil sekedar Diana,
    Artemis, pemburu, atau si pembunuh.
    Biar saja kutukku menyerap di batu-batu
    asal seluruh baumu mengalun atas tubuhku.

    Sebagian puisi-puisi Yuli Nugrahani menampilkan cerita semacam itu dengan tokoh-tokoh mitos, pewayangan, spiritualitas dan sebagainya. Dari sanalah kemudian para pembaca yang tidak ingin di permukaan saja, bisa melesat pada kedalaman makna yang ditawarkan. Pesan-pesan yang muncul dari perasaannya bisa ditangkap dalam puisi-puisinya ini.

    “Puisi-puisi Yuli Nugrahani, sama seperti prosa-prosanya, sama-sama beranjak dari persoalan yang hadir dan akrab dalam pergaulan hidupnya. Yang membedakan adalah intensitas tingkat penghayatan terhadap objek tersebut. Jika pada prosa-prosanya ia secara sadar seakan mengambil jarak terhadap apa yang biasa kita sebut sebagai objek,  pada puisi-puisinya ini ia justru meleburkan diri habis-habisan terhadap objek tersebut,” demikian dikatakan oleh Ari Pahala Hutabarat, Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Lampung dalam catatan pembuka di bagian awal buku tipis ini. 

    Yuli mengaku, ia menjadikan yang universal menjadi sangat personal dalam puisi-puisinya. Dunia fiksi yang dalam hal ini diwakili tokoh-tokoh tertentu, berubah menjadi begitu ”faktual”—setidaknya bagi dirinya sendiri. Tokoh-tokoh tersebut seakan ditarik, diajak berbincang, dan direnggut dari mitos-mitos dan kesakralan yang melingkupinya. Seperti secara seketika mereka, para sosok tersebut menjadi teman berbagi, cermin, sekaligus wakil dari perasaan dan pemikiran si penyair. 

    “Yang “biasa” kemudian menjadi “luar biasa” di dalam proses transposisi objek dalam sebagian puisi dalam buku ini. Yang jauh menjadi terasa begitu dekat. Pada beberapa puisi - Yuli berhasil mengubah perasaan-perasaan domestiknya menjadi perasaan-perasaan publik,  menyisipkan yang sakral terhadap peristiwa-peristiwa yang banal,” ungkap Ari.

    Buku kumpulan puisi ini akan diluncurkan pada 22 Mei 2014 pukul 19.00 di Gedung PKM lantai 1 UKMBS Universitas Lampung dalam rangkaian peringatan 12 tahun Komunitas Berkat Yakin, KOBER, sebuah komunitas yang fokus pada seni dan sastra. Ada dua buku yang akan didiskusikan dalam kesempatan ini yaitu Pembatas Buku karya Yuli Nugrahani dan Suluh karya Fitri Yani.

    Yuli sendiri termasuk orang baru dalam dunia puisi, baru tahun 2013 mulai memublikasikan puisi pada tahun 2013. Lahir di Kediri tahun 1974, hijrah ke Lampung tahun 2000 dan selain produktif menulis dia aktif dalam gerakan sosial. Dia lebih dahulu memublikasikan cerita pendek dan sudah masuk di berbagai media sejak 2008. 

    Cerpennya masuk dalam antologi cerpen Kawin Massal yang diterbitkan Dewan Kesenian Lampung 2011 dan juga masuk dalam antologi puisi dan cerpen sastrawan Lampung, Hilang Silsilah (2013). Puisi-puisinya pernah muncul di beberapa media, dan masuk dalam antologi puisi 8 Tahun Lumpur Lapindo Gemuruh Ingatan yang terbit Mei tahun ini juga. *** (ch)

    Judul buku                    : PEMBATAS BUKU
    Penulis                         : Yuli Nugrahani
    Desain sampul              : Devin Nodestyo
    Tata letak                     : M. Reza
    Cetakan pertama           : Mei 2014
    Penerbit                        : Indepth Publishing
    Isi                                : 62 hlm + xii
    Ukuran                         : 14 X 21 cm
    ISBN                            : 978-602-1534-31-1


    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Melintas Batas pada 'Pembatas Buku' Yuli Nugrahani Rating: 5 Reviewed By: r3nc0n9
    Scroll to Top