728x90 AdSpace

  • Berita Terkini

    Saturday, June 7, 2014

    Puisi-Puisi Fatih Kudus Jaelani


    Ketakutan
    : Kiki Sulistyo

    jangan-jangan aku sedang cemburu
    saat dia membuka pintu
    memberi angin leluasa
    menaiki lantai kedua

    jangan-jangan di lantai kedua ada hujan
    lebih besar dari ketakutan
    di halaman lampu padam
    dan langit sangat diam

    jangan-jangan akan datang sebuah kabar
    dia lupa pada kemarin senja di taman kota
    dia lupa pada langit nirmala
    dengan seorang hamba yang tergila-gila pada luka

    jangan-jangan ini hanya ketakutan
    tapi kenyataannya akan datang


    Lombok, 2013





    Pemanggil Burung

    bagi pemanggil burung
    keheningan senja adalah segalanya
    di langit paling barat
    ketika angin terbang
    bersama nirmala

    matanya seperti memanggul panah
    ke sayap-sayap burung
    ke awan-awan cemas
    dilampiaskannya penantian
    kepada waktu dan sangkar bambu
    dipeliharanya udara
    dibesarkannya suara

    burung pagi dan siang
    adalah perpisahannya dengan malam
    ia tetap memanah langit
    dengan bahasa bintang
    dengan mata paling sempit
    mencari nada paling lagu
    dari perempuan yang berkicau
    sepanjang sendu


    2013




    Cermin
    bila kita membalik cermin
    akan hilang kedua mata
    dan sebuah kesadaran berkata
    di mana wajah paling kosong
    di mana pandangan pertama

    lalu bagaimana di dalam cermin
    bukankah di sana ada kata-kata
    di sana menjelmanya diri
    dan cahaya tak pernah padam

    ah, tak ada yang menyangkal kenyataan
    mata tak bercahaya tanpa cermin
    sebab cermin adalah tempat berteduh
    bagi penunggu malam di ujung subuh


    Lombok, 2013



    Kedatangan Kronos

    bila ia datang bersama hujan
    hilangkan kebencianmu
    mungkin dialah dendam lelaki
    gelombang di bawah rinjani.
    mungkin dialah sebuah janji
    yang bertahun-tahun diingkari

    bila kau menatapnya
    linangkanlah air mata
    tak ada petir dari air
    tak ada letusan dari keindahan
    biarkanlah saudaramu dalam perutnya
    ajarkan pada awan hitam
    ia akan lenyap selepas hujan

    bukakan pintu untuknya, senantiasa
    berikan tempat duduk dari kayu
    agar ia tahu, pohon telah tumbuh sendiri
    dengan janji kepada air
    kesetiaan kepada hutan

    tuangkan secangkir nektar abadi dilidahnya
    biarkan ia berkaca pada urat leher
    janji tak pernah tegak lurus dengan matahari

    ajarkan pula pada kepulangannya
    jangan berkata-kata dengan mata buta
    lihatlah! anak-anak mencintai pelangi
    mereka kehilangan ayahnya

    Lombok, 2013



    Kepada Hestia

    apa yang terjadi bila kau tak datang malam ini.
    aku tumbuh dalam keluarga kecil yang dingin,
    hanya ibu dan seorang kakak perempuan
    mereka berdiri di ambang pintu
    seperti menyimpan keraguan
    pergi atau kembali,
    menjadi hujan yang abadi

    sedangkan aku tak sanggup membangun perapian
    aku tak biasa dengan perkataan tetangga, Hestia
    mengapa musim kemarau tak juga datang
    bila dingin tak sepantasnya menemani mimpi yang indah
    mimpi keluarga sakinah, seperti janji ayahku
    ketika meminang perempuan paling lugu

    bila kau bersedia, duduklah malam ini.
    aku ingin melihat di mana kesendirian bermakna
    bahwa terpilih menjadi seperti ini
    adalah tanda-tanda. di mana aku bisa melewatinya
    dengan memejamkan mata
    dan bersujud di lautan ibu

    apa yang terjadi bila kau tak datang malam ini.
    api di tungku akan padam
    dan aku hanya bisa menyimpan dendam

    Lombok, 2013



    Malam-malam Ibu

    ibuku bukan penjahit
    tapi setiap malam
    luka yang mengaga
    ditutupnya dengan do’a

    di beranda tengah malam
    di dekat kesedihan daun-daun
    ia mencium sebuah kenangan
    sebagai isyarat melepas ingatan
    kepada suaminya,
    di bulan pertama musim dingin
    di samping muramnya lira
    langit dan musik-musik yang menggema

    ibuku hanya penakar bayang-bayang
    pencuci pakaian siang dan malam
    dia pendiam yang berjalan dengan do’a
    mendarasnya di antara masa lalu dan duka

    dan malam-malamnya
    adalah ketabahan menerima
    gelap dijadikan cahaya
    bagaikan kesabaran bumi
    sebagai ibu para dewa

    2013



    Aku dan Cermin

    ketika kesadaran berlalu
    kesepian ini menaruhku di antara dua garis
    jalan yang haus dan lapar

    meski dalam kesepian yang lain
    aku memilih sebuah jalan
    menjadi ornamen pemujaan
    biar kematian menjadi angin dan debu
    biar hanya batu yang mendengar

    bahwa aku dan cermin
    telah berdua sebelum air menjadi hujan
    bahwa aku dan cermin
    telah bercinta sebelum manusia bermuka dua


    2013




    Kwatrin Pelamun

    aku ingin menjadi suara burung
    yang memanggil dari kekosongan setelah malam
    melayang menemui para pendosa
    membangunkannya dengan sajak dari timur

    sebelumnya aku pernah menjadi petani
    menggauli aroma tanah yang lelah
    memanen nama-nama sayuran
    yang tak pernah kutuliskan dalam hadiah lebaran

    entah sejak kapan orang-orang memandang takzim
    seorang pelamun bisa meninggalkan waktu paling genting
    semaunya, ia hanya membutuhkan sebuah kebun dan angin
    maka ia mulai bekerja membangun istana dari derai-derai daun kering

    pernah juga seorang kekasih mendatangi rumah berulang kali
    membawa roti dan sebotol teh dari iklan pertama musim ini
    tapi bagaimana menikmati gigitan roti dengan dua mulut berbisa
    kau atau aku yang terkapar lebih dahulu

    sepertinya para pelaut sudah pulang menangkap ombak
    kini halaman rumahku membiru pantai
    beberapa hempasan gelombang menyadarkan
    tubuh bersama ruh menerima nyata


    Lombok, 2013




    Biodata

    Fatih Kudus Jaelani, lahir di Pancor, Lombok Timur 31 Agustus 1989. Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP Hamzanwadi, Selong. Menulis puisi dan telah disiarkan di sejumlah media cetak seperti Seputar Indonesia, Sinar Harapan, Bali Post, Radar Surabaya, Analisa, Medan Bisnis, Sagang, Pawon, Metro Riau dll. Juga terhimpun dalam buku antologi bersama seperti Lampu Sudah Padam (2010), Tuah Tara No Ate (2011), Meretas Karya Anak Bangsa (2012), Dari Takhalli Sampai Temaram (2012), Sauk Seloko (2012). Diundang menghadiri Temu Sastrawan Indonesia IV (Ternate, Oktober 2011) dan Pertemuan Penyair Nusantara V (Jambi, Desember 2012). Aktif mengelola Komunitas Rabu Langit, sebuah komunitas nirlaba yang menggiatkan sastra di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.


    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Puisi-Puisi Fatih Kudus Jaelani Rating: 5 Reviewed By: r3nc0n9
    Scroll to Top