728x90 AdSpace

  • Berita Terkini

    Saturday, June 14, 2014

    Puisi-puisi “Dari Negeri Poci 5: Negeri Langit”



    Shinta Miranda

    JARAK

    bukan sebuah menara yang membuat aku mengangkat kepala
    tetapi bayangmu singgah sekejap, menatap dan membuatku terkesiap
    betapa jauh jarak yang semakin membentangkan sayap-sayap hati
    menujumu yang tertunda putaran jarum jam dan lepasnya tanda hari
    lalu mengambil lembar surat tanpa kertas, selimuti kerasnya hati
    betapa jauh jarak yang semakin merapatkan barisan tuturan diri

    tubuh ini penyatuan sejarah awal sampai ke masa ini, monumen jiwa
    kita saling menggapai, melempar rapal mantra lewati samudera
    betapa jauh jarak yang semakin membuncahkan hasrat mencinta

    kita berada di mana, di dalam samudera atau di antara awan gemawan?

    8 Januari 2013

    SHINTA MIRANDA. Kelahiran Jakarta. Puisi dan cerita pendek pernah diterbitkan  beberapa media dan antologi puisi. Buku puisinya, Constance.


    *


    Syarifuddin Arifin                                                                                                                                                                                                                                             
    LANGIT YANG HILANG

    langit yang melingkari matahari, yang mencumbu bumi setiap hari,
    kanvas mozaik bintang di kala malam, senyum bulan menaikan pasang
    yang mengalunkan gelombang, dirindukan gunung menjulang tinggi,
    padang pembentang misteri, medan pertempuran teka-teki
    hilang entah ke mana

    keluasan langit yang menyungkup bumi, telah digulung, dilipat
    tersimpan dalam tas ke dalam berjuta imaji lalu jadi kenyataan hari ini 
    mematikan angin pada rotasinya;
    saling berbenturan, menyasar limbubu lalu menukik puting beliung
    awan kehilangan tempat mengeram gabak yang menjatuhkan hujan
    meluaskan sungai, arusnya bergulung, mengaum menelan kota

    pada perasaian ini, pemburu bintang kehilangan arah
    siklus tak menentu, bulan entah di mana dan matahari menjalar di tanah
    telapak kaki pun melepuh di pijakan leluhur

    kita pun terpuruk pada detak jam
    petang pun serasa pagi

    Padang, 2013/14    
                                                                        
    SYARIFUDDIN ARIFIN.Lahir 1 Juni 1956 di Jakarta. Pendidikan ST-KIP Sumbar, jurusan Sastra dan Bahasa Indonesia dan Akademi Ilmu Komunikasi (AIK) Padang. Buku puisi: Ngarai (1980),  Catatan Angin di Ujung Ilalang (1998), Maling Kondang (2012). Juga terhimpun dalam antologi: Negeri Abal-Abal (2013).



    *


    Mariati Atkah

    HIKAYAT PULAUKELAPA

    : Wawonii

    /1/
    Diberkatilah daratan ini dengan rimba lebat yang menyembunyikan
    cendana dan meranti, salak anjing kampung dan nyanyi burung-burung.
    Keheningan agung menitis dalam percik air yang tersandung
    di batu-batu sungai. Sementara lapis-lapis bukit gemetar disapa angin
    dan gelombang Laut Banda yang menggulung.

    /2/
    Di ladang belakang rumah, kesuburan tanah diterjemahkan oleh
    gerumbul jagung sebagai daun yang meruah dan buah yang melimpah.
    Sedang di pesisir pantai, biji kelapa berjatuhan dalam amuk mabuk
    badai tenggara. Tapi seperti sejarah moyang pulau, di daratanmana
    ombak mendamparkannya, ia akan bertunas jua.

    /3/
    Karena emas dan intan permata tak lebih berharga dari sebiji kelapa.
    Orang-orang pulau berteriak menolak mesin yang akan menambang isi
    perut mereka, mengoyak belantara dan membikin lubang di sekujur
    daratan, agar mereka takperlu menadah air mata untuk minum dan
    mencuci kaki yang berlumpur.

    Makassar,Agustus 2013

    MARIATI ATKAH. Puisinya termuat dalam antologi: Kaki Waktu, Requiem Bagi Rocker, Negeri Abal-Abal.


    *


    Beni Setia

    MIMOSA


    di bandara, setelah terbang sembilan
    jam: mereka bilang masih sembilan
    ratus kilometer lagi dengan kereta api

    di stasiun, setelah melaju sembilan
    jam: semua bilang masih sembilan
    puluh kilometeran lebih dengan bus

    di terminal, setelah perjalanan tiga jam:
    beberapa orang bilang masih sembilan
    kilometeran dengan menaiki ojeg motor

    dekat jembatan, setelah tiga puluh menit
    menerabas,si tukang ojeg bilang: masih
    sekitar sembilan ribu langkah berjalan kaki

    menyusuri setapak yang bersikelok, naik
    dan turundi perbukitan. terus melangkah
    --”hanya ada satu jalan setapak …,” katanya

    kini aku terkampar. hanya beringsut. coba
    menarik tubuh dengan jari mencengkeram
    tanah--dengan ngotot menjulurkan tangan

    sekuat tenaga menarik tubuh dengan sisa
    tenaga. luka menggelusur saat kemarau--
    mimpi penghujan datang dan jalanan licin

    tapi altar di mana? tapi titik dahi runduk
    menyentuh tanah di mana? kenapa cuma
    menggelusur dengan tangan jauh terjulur?

    2013

    BENI SETIA. Lahir di Soreang, Bandung Selatan, 1 Januari 1954. Selulus SPMA, belajar sastra secara otodidak. Puisinya terkumpul dalam antologi: Yang Muda (1978), Senandung Bandung  (1981), Festival Desember (1981),  Puisi Indonesia 83 (1983), Tonggak 4 (1987), Legiun Asing (1987), Dinamika Gerak (1990), Harendong (1996), dan Babakan (2010).



    *


    Pringadi Abdi Surya

    SEPANJANG TUBAGUS, SEPEREMPAT ABAD


    i.
    ia akan berusia seperempat abad, tetapi
    belum mengerti caranya mengusir kesepian.

    ii.
    ia bermimpi menjadi remaja, menelepon dan mengirim sms cinta.
    tetapi tiada lagi kekasihnya, tiada lagi perempuan-perempuan
    yang lahir dari ujung daun. ia menengok ke seberang jalan,
    bangunan-bangunan lebih tinggi dari kesombongan.

    kepada siapa ia harus menjadi remaja, pikirnya
    tetapi ia lupa, ia telah tak memiliki pikiran.

    iii.
    ia akan menyalakan tungku. tetapi tak ada kayu bakar
    daun-daun kering di sepanjang tubagus menebarkan bau hangus

    ada api kecil menyala di tulang daun, ia menangis melihatnya
    api kecil lain di matanya sudah lama tiada

    iv.
    di kehidupan yang lalu, ia pasti seorang superhero
    punya sayap dan tak malu memakai pakaian dalam di luar celana
    yang ia herankan, kehidupan sekarang orang-orang lebih tak punya malu
    sebagianbahkan tak memakai pakaian dalam

    ia tahu, ia harus benar-benar menutupi dadanya yang gosong
    karenaluka, dari kenyataan atau dari perasaan

    ia tahu, ia harus belajar memiliki kelamin yang terpotong kekuasaan

    2013


    PRINGADI ABDI SURYA. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Sekarang bekerja di KPPN Sumbawa Besar. Buku puisinya, Alusi(2009).


    *


    Soni Farid Maulana

    HOTEL DES 3 COLLEGES
    16 RUE CUJAS 75005 PARIS, 2


    Ada tiga burung putih melayang terbang
    melintasi atap Sorbonne. Ada langit kelam
    membentang ke arah Selatan. Ada pejalan kaki
    memasukkan kedua tangannya ke saku celana

    dengan langkah yang bergegas; dan aku
    memandang semua itu dari balik kaca jendela
    dalam pelukan udara Paris yang dingin,
    jarum gerimis memahat puisi dalam dinding hatiku

    merah marun. “Rindu itu ingin bertunas!” bisik angin.
    Tapi ini hampir musim gugur,  jawabku. Dan aku
    biarkan ia melayang jatuh;  untuk kemudian

    aku hanyutkan di alun Sungai Seine. Ya,
    berapa jarak lagi ke arah sana? Koak gagak hitam
    menguncang dinding kota. Dinding kota


    2013

    SONI FARID MAULANA.  Lahir 19 Februari 1962 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Lulusan Jurusan Teater ASTI (Akademi Seni Tari Indonesia) sekarang STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia) Bandung. Buku puisinya, a.l.: Secangkir Teh (2005),Sehampar Kabut (2006), Angsana (2007), Opera Malam (2008),Pemetik Bintang (2008), Peneguk Sunyi (2009),  Mengukir Sisa Hujan (2010), Disekap Hujan (2011). Juga dalam antologi, a.l.: Negeri Abal-Abal (2013).


    *


    Bambang Widiatmoko

    JALAN SEMBILU


    Tegal, kenangan masa kecil menyusut
    Dalam perjalanan di atas jip keriput
    Tak terasa lelah meski selalu gelisah
    Terombang-ambing dalam hidup salah langkah.

    Tentu tak mudah menghapus kenangan itu
    Tubuh kecilku dicabut, tak kenal kasih ibu
    Rindu telah menjadi debu
    Tak tahu pasti tempat yang dituju.

    Merasa menjadi anak yang paling dungu
    Menjadikan segala langkah selalu ragu
    Terus kuingat Tegal dalam kenangan masa lalu
    Menjadi titik awal hati tersayat sembilu.

    2014


    BAMBANG WIDIATMOKO. Kelahiran Yogyakarta. Buku kumpulan puisi tunggal: KotaTanpa Bunga (2008), Hikayat Kata (2011). Sajaknya terhimpun dalam antologi: Tanah Pilih (2008), Sajak Rindu Bagi Rasul (2010), Equator (2011), Akulah Musi (2011), Tuah Tara No Ale (2011), Deklarasi Puisi Indonesia (2012), Sauk Seloko(2012), Senandung Semenanjung (2013),Secangkir Kopi (2013), Lintang Panjer Wengi di Langit Yogya (2014) 



    *


    Herman Syahara

    KANGEN


    Merindukanmu
    seperti merindu pada gema yang gaib
    : orkestra turaes di hutan kecil tegalega
    setiap menjelang kemarau tiba
    di jingga langit kotamu

    Merindukanmu
    seperti merindu pada bau getah basah
    pada guguran daun yang menyerak di ujung sepatu
    di trotoar jalan ganesha
    persis ketika senja tiba

    Sebelum lampu-lampu menyala
    sebelum bayang-bayang memanjang

    Di ruang lain yang jauh
    ruhku terperangkap tali biola Andrew Rieu

    Air mataku menjadi barisan notasi
    pada partitur instrumentalia Yanni

    Aku merindukanmu
    seperti merindu pada gema yang gaib

    Begitu merdu
    Begitu syahdu

    Jakarta, 2013


    HERMAN SYAHARA (HERMANSYAH). Kelahiran Garut, Jawa Barat, 1963. Pendidikan Jurusan Jurnalistik Institut Ilmu Sosial dan ilmu Politik (IISIP) Jakarta. Puisinya termuat dalam antologi: Bangga Aku Jadi Rakyat Indonesia (2011), #Fiksi140 (2012), Negeri Abal-Abal (2013),  Menolak Korupsi (2013), Yang Melukis Tanahmu Sepanjang Masa (2014).

                                             
    *


    Eddy Pranata PNP

    ELEGI UNTUK MANDEH


    aku tidak ingin salung yang menyampaikan bisik ke telinga mandeh
    aku tidak mau angin yang mencium telapak kaki mandeh

    (jubah kepenyairan membawa terbang dari ranah minang
    aku berangkat membawa luka-luka di seluruh tubuh)

    kabut selat dan runcing karang telah menyepuh usiaku

    aku harus pulang
    rumah yang digusur
    tubuh yang terbujur

    beribu-ribu sesal berjejal

    rel telah memberangkatkan bergerbong-gerbong dosa
    melindas tubuhku

    laut dan bukit menelan hulu-hilir perihku
    mandeh, mandeh, mandeh, o, mandeh kandung!

    diriku lumbung menerima seluruh kabar baik dan buruk
    diriku tabung salurkan seluruh sakit-duka mandeh

    aku adalah air mata
    untuk mandeh
    mandeh kandung!

    Cilacap, 13 September 2013.


    Catatan: mandeh (bhs. Minang) = ibu

    EDDY PRANATA PNP. Lahir di Padang Panjang,Sumatra Barat, 31 Agustus 1963.  Buku kumpulan puisinya: Improvisasi Sunyi (1997) dan Sajak-sajak Perih Berhamburan di Udara(2012). Puisinya juga terhimpun dalam antologi: Rantak 8 (1991), Sahayun(1994), Mimbar Penyair Abad 21 (1996),Antologi Puisi Indonesia (1997), Puisi Sumatra Barat (1999).


    ---------------------------
    Dari redaksi: Puisi-puisi ini adalah sebagian dari 153 penyair dalam Antologi Puisi Dari Negeri Poci 5: Negeri Langit yang diterbitkan Kosakata Kita bekerja sama dengan Komunitas Radja Ketjil. Pada 20 Juni 2014 akan diluncurkan di Tegal. Diperkirakan 50-an penyair akan hadir pada acara berajuk "Temu Penyair Dari Negeri Poci" tersebut.














    Next
    This is the most recent post.
    Older Post
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    1 comments:

    1. assalamualaikum wr,wb
      MBAH… saya IBU RAHMAN
      mengucapkan banyak2 terima
      kasih kepada AKI SUBANG
      atas nomor togelnya yang
      kemarin AKI berikan yaitu (9278).senin tgl 23 02 2015
      alhamdulillah.
      ternyata itu benar2 tembus
      AKI dan berkat bantuan
      AKI SUBANG saya menang togel 450 jt.dan bisa
      melunasi semua hutan2
      orang tua saya yang ada di
      BANK BRI dan bukan hanya
      itu AKI alhamdulillah
      sekarang saya sudah bisa
      bermodal sedikit untuk
      mencukupi kebutuhan
      keluarga saya sehari2. itu
      semua berkat bantuan AKI SUBANG sekali lagi
      makasih banyak yah AKI…
      yang ingin merubah nasib
      seperti saya hubungi AKI SUBANG di nomor
      085319486041.
      dijamin 100% tembus atau
      silahkan buktikan sendiri
      /

      ReplyDelete

    Item Reviewed: Puisi-puisi “Dari Negeri Poci 5: Negeri Langit” Rating: 5 Reviewed By: r3nc0n9
    Scroll to Top