Direktur Politicawave Yose Rizal (kanan) |
Bambang Satriaji/Teraslampung.com
JAKARTA - Politicawave, sebuah lembaga pemantau percakapan pengguna internet Indonesia, baru-baru ini melansir pertarungan pendukung kedua kandidat di berbagai media sosial sudah memanas bahkan sebelum pencalonan mereka diumumkan.
JAKARTA - Politicawave, sebuah lembaga pemantau percakapan pengguna internet Indonesia, baru-baru ini melansir pertarungan pendukung kedua kandidat di berbagai media sosial sudah memanas bahkan sebelum pencalonan mereka diumumkan.
Direktur Policawave, Yose Rizal, di Jakarta, Selasa (20/5, mengatakan Politicawave mencatat tiga perbedaan mendasar dalam pola komunikasi kedua kandidat maupun pendukungnya di dunia maya antara pendukung Jokowi dengan pendukung Prabowo. Perbedaan itu menurut Yose Rizal bisa berpengaruh terhadap popularitas keduanya di hadapan pemilih muda.
“Fungsi media sosial adalah untuk berinteraksi, sehingga jika digunakan oleh para calon presiden dan calon anggota legislatif seharusnya untuk berkomunikasi mengenai program yang akan dijalankan jika menjabat. Belum banyak calon anggota legislatif (caleg) dalam pemilu 2014 memanfaatkan media sosial karena mayoritas usia para caleg di atas usia produktif,” kata Yose Rizal.
Berikut adalah tiga perbedaan tersebut menurut Politicawave:
1.Terpusat vs sukarelawan
Kampanye media sosial Prabowo terpusat pada akun-akun media sosial, terutama Twitter, yang terafiliasi langsung dengan Gerindra, partai pendukung utama bekas jenderal itu. Beberapa akun pendukung Prabowo antara lain @Gerindra, @FansGerindra, @GarudaPrabowo, @Fadlizon, dan@Info_Prabowo.
Adapun akun-akun pendukung Jokowi lebih terpencar dan bertumpu pada sukarelawan.
Beberapa akun pendukung Jokowi adalah @Jokowi4Me, @PDI_Perjuangan, @InfoJKW4P,@Jokowi_Ina, @Bara_Jokowi, @Relawan_Jokowi, @Jasmev2014, @IwanPiliang, dan@KartikaDjoemadi.
2. Seragam vs spontan
Sebaran akun yang bertolak belakang berpengaruh pada pola komunikasi di dunia maya. Pendukung Prabowo di media sosial lebih seragam dalam berkomunikasi. Mereka kompak mengeluarkan jawaban mirip saat junjungan mereka diterpa isu miring maupun saat menjabarkan visi dan misi jika berhasil terpilih sebagai presiden. Mereka juga cenderung tidak emosional saat menghadapi kampanye negatif dari lawan.
Sebaliknya, pendukung Jokowi, karena bertumpu pada relawan yang tanpa komando, punya banyak variasi dalam menjelaskan kandidat yang mereka dukung. Alhasil informasi yang diberikan simpang siur dan sering bertolak belakang. Mereka lebih spontan ketika berkomunikasi dan menjawab berbagai kritik terhadap Gubernur Jakarta itu. Alhasil lebih banyak emosi terlihat dalam pola komunikasi mereka.
3. Jangkauan
Pola komunikasi ternyata kemudian berimbas pada jumlah netizen yang bisa dijangkau dalam kampanye di media sosial. Para pendukung Prabowo yang terpusat, di satu sisi, tidak bisa meraih lebih banyak audiens di banding lawannya. Karena simpul-simpul komunikasi mereka hanya berkutat di lingkaran yang sama.
Sementara pendukung Jokowi, yang tidak terikat pada pusat komando tertentu, bisa menjangkau khalayak yang lebih luas dan bahkan mencapai komunitas-komunitas yang lebih beragam.
Dalam analisis yang dilakukan Politicawave dari 5 sampai 11 April kemarin, ada sekitar 220.669 percakapan tentang Jokowi di Twitter, Facebook, YouTube, Forum online, dan Blog. Sementara Prabowo hanya dibicarakan sebanyak 26.890 kali. Ada 43.203 netizen yang membicarakan Jokowi sementara yang mempercakapkan Prabowo hanya 10.028 akun.
Percakapan tentang Jokowi berpotensi menjangkau 103.320.035 netizen, sementara percakapan tentang Prabowo berpotensi menjangkau 39.766.714 netizen. Net Sentimen (perbandingan antara sentimen positif dan negatif) Jokowi 34.451, sementara Prabowo 4.475.
0 comments:
Post a Comment