Bambang Satriaji/Teraslampung.com
Jakarta--Setelah melalui proses panjang hingga 7 tahun, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Undang Desa menjadi UU Desa, dalam rapat paripurna DPR di gedung DPR Jakarta, Rabu (18/12/2013). UU tersebut mengatur sejumlah hal baru dan penting dalam pembangunan desa. Antara lain soal anggaran buat desa yang mencapai rata-rata sekitar Rp 1 miliar per desa per tahun. Sebelumnya anggaran untuk desa hanya bersumber dari APBD dan pajak desa.
“Alokasi anggarannya disesuaikan dengan kondisi desa, jumlah penduduk, luas wilayah, infrastruktur desa. Pengelolaan keuangan desa ini nantinya dilimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat desa yang ditunjuk," kata anggota Pansus RUU Desa Budiman Sudjatmiko di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (18/12/2013).
Politikus PDIP itu mengatakan alokasi dana untuk Desa yang diatur dalam UU Desa yang baru ini mengukuhkan kenaikan anggaran yang dikelola desa.
“Dengan kejelasan anggaran ini kita semua berharap desa akan lebih berdaya dan maju. Namun, tetap harus ada pengawasan. Pengawasan anggaran desa dilakukan oleh kabupaten," kata Budiman.
Dalam Pasal 73 UU Desa ini disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan desa.
Anggaran untuk Desa ini diatur pada Pasal 72 yang dananya bersumber dari APBN serta paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD setelah dikurangi oleh Dana Alokasi Khusus.
Pada ayat (2) RAPBD Desa diajukan kepala desa dan dimusyawarahkan bersama Badan Musyawarah Desa.
Dengan adanya UU Desa mau tak mau pembangunan harus berbasis di desa. Dana perimbangan yang diterima desa jumlahnya sekitar 10 persen dari total dana APBN. Persentase itu setara dengan dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Budiman mengatakan 10% dana perimbangan desa itu bukan diambil dari dana transfer daerah (kabupaten).
“Artinya, dana sekitar Rp104,6 triliun ini dibagi sekitar 72.000 desa. Sehingga total Rp1,4 miliar per tahun per desa. Tetapi akan disesuaikan geografis, jumlah penduduk, jumlah kemiskinan. Dengan begitu, tiap desa jumlah dana yang diberikan tidak sama," kata Budiman.
Budiman menjelaskan untuk mendapatkan dana desa, Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) yang mengajukan usulan. BPD anggotanya terdiri dari wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah.
BPD merupakan badan permusyawaratan di tingkat desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintah Desa. Mereka bersidang minimal setahun sekali.
Ketua Pansus RUU Desa Akhmad Muqowam (kiri) menyerahkan Dokumen UU Desa Kepada Menteri Dalam Negeri di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (18/12/2013) |
Jakarta--Setelah melalui proses panjang hingga 7 tahun, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Undang Desa menjadi UU Desa, dalam rapat paripurna DPR di gedung DPR Jakarta, Rabu (18/12/2013). UU tersebut mengatur sejumlah hal baru dan penting dalam pembangunan desa. Antara lain soal anggaran buat desa yang mencapai rata-rata sekitar Rp 1 miliar per desa per tahun. Sebelumnya anggaran untuk desa hanya bersumber dari APBD dan pajak desa.
“Alokasi anggarannya disesuaikan dengan kondisi desa, jumlah penduduk, luas wilayah, infrastruktur desa. Pengelolaan keuangan desa ini nantinya dilimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat desa yang ditunjuk," kata anggota Pansus RUU Desa Budiman Sudjatmiko di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (18/12/2013).
Politikus PDIP itu mengatakan alokasi dana untuk Desa yang diatur dalam UU Desa yang baru ini mengukuhkan kenaikan anggaran yang dikelola desa.
“Dengan kejelasan anggaran ini kita semua berharap desa akan lebih berdaya dan maju. Namun, tetap harus ada pengawasan. Pengawasan anggaran desa dilakukan oleh kabupaten," kata Budiman.
Dalam Pasal 73 UU Desa ini disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan desa.
Anggaran untuk Desa ini diatur pada Pasal 72 yang dananya bersumber dari APBN serta paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD setelah dikurangi oleh Dana Alokasi Khusus.
Pada ayat (2) RAPBD Desa diajukan kepala desa dan dimusyawarahkan bersama Badan Musyawarah Desa.
Dengan adanya UU Desa mau tak mau pembangunan harus berbasis di desa. Dana perimbangan yang diterima desa jumlahnya sekitar 10 persen dari total dana APBN. Persentase itu setara dengan dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Budiman mengatakan 10% dana perimbangan desa itu bukan diambil dari dana transfer daerah (kabupaten).
“Artinya, dana sekitar Rp104,6 triliun ini dibagi sekitar 72.000 desa. Sehingga total Rp1,4 miliar per tahun per desa. Tetapi akan disesuaikan geografis, jumlah penduduk, jumlah kemiskinan. Dengan begitu, tiap desa jumlah dana yang diberikan tidak sama," kata Budiman.
Budiman menjelaskan untuk mendapatkan dana desa, Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) yang mengajukan usulan. BPD anggotanya terdiri dari wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah.
BPD merupakan badan permusyawaratan di tingkat desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintah Desa. Mereka bersidang minimal setahun sekali.
0 comments:
Post a Comment