Pawai kembang telur menyusuri jalan-jalan protokol Kota Bandarlampung |
Batang anak pohon pisang itu juga biasanya diberi aneka hiasan menarik.
Hiasan kembang telur biasa selalu ada ketika warga Muslim menggelar acara-acara syukuran. Misalnya syukuran mencukur rambut bayi, syukuran khitan, syukuran pernikahan, syukuran keberangkatan ibadah haji.
Ketika ribuan kembang telur diarak keliling kota, tentulah menjadi tontonan menarik. Itulah yang terjadi pada Sabtu (30/11), saat Pemerintah Kota Bandarlampung menggelar Pawai Kembang Telur dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharam 1435 Hijriah. Tak kurang dari 6.500 kendaraan hias berupa mobil maupun sepeda motor mengikuti pawai kembang telur yang melintasi jalan-jalan protokol di Kota Bandarlampung.
Pawai kendaraan hias kembang telur ini rutenya dimulai dari Lapangan Merah Enggal, kemudian Jalan Sriwijaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Ir. Juanda, Jalan Dokter Susilo, Jalan P. Diponegoro, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Jalan R.A Kartini, Jalan Kotaraja, Jalan Radin Inten, Jalan Ahmad Ibrahim, dan terakhir masuk ke Jalan Sriwijaya untuk berakhir di Lapangan Saburai Enggal.
Pawai yang di lepas langsung oleh Walikota Bandarlampung Drs. H. Herman HN ini merupakan kerjasama dari Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Majelis Taklim Rachmat Hidayat mendapat apresiasi berupa rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk kategori pesta kembang telur terbanyak di Indonesia.
Selain untuk memeriahkan pergantian tahun baru Islam, kegiatan yang diikuti oleh seluruh Kecamatan dan Kelurahan serta Sekolah-Sekolah se-Kota Bandar Lampung ini dimaksudkan untuk menjadi sarana hiburan bagi masyarakat juga dapat menjadi daya tarik wisata budaya di kota Bandarlampung.
Di Bandarlampung, tradisi pawai mengarak kembang telur dengan aneka hiasan sebenarnya sudah lama dilakukan secara mandiri oleh sejumlah kelompok warga. Biasanya warga Kota Bandarlampung pada tingkat Rukun Tetangga (RT) atau Rukun Warga (RW) menggelar pawai kembang telur dan sepeda hias saat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Rute yang ditempuh peserta pawai biasanya juga sangat pendek, hanya mengelilingi wilayah RT atau RW.
Junaidi, 50, warga Kelurahan Gulak-Galik, Telukbetung Utara, berharap pawai kembang telur bisa menjadi agenda rutin tahunan untuk peringatan hari besar keagamaan. Dengan begitu, kata Junaidi, nuansa kegotongroyongan warga lebih terlihat.
“Peringatan Maulid Nabi dan 1 Muharam memang sebaiknya bisa dibuat serentak dan melibatkan banyak warga kota. Biar lebih meriah. Selain itu, anak-anak dan remaja juga akan terbiasa merayakan hari besar agama dengan nuansa yang lebih agamis,” kata Junaidi.
Penulis: Lintang Rosalina
0 comments:
Post a Comment