BANDARLAMPUNG—Hampir semua wali murid takut meminta data dan mengritik pengelolaan dana-dana yang dikelola oleh sekolah. Mereka khawatir jika meminta data dan mengritik pengelolaan dana sekolah anaknya dikucilkan oleh pihak sekolah. Padahal, untuk meminta data dana-dana pendidikan yang dikelola oleh sekolah, orang tua murid dilindungi oleh Undang-Undang (UU), yaitu UU No. 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Ketua Komisi Informasi (KI) Lampung Juniardi S.I.P., M.H. menegaskan tidak ada alasan untuk takut bagi orang tua murid bila ingin tahu dana-dana pendidikan yang dikelola oleh sekolah, baik itu dana BOS, uang komite, dan lain sebagainya.
“Orang tua siswa baik perseorangan maupun kelompok bisa kok meminta data-data dana pendidikan, termasuk dana BOS, di sekolah. Jika tidak diberi, mereka bisa lapor ke Komisi Informasi Lampung,” jelas Juniardi, Senin (21/10)
Juniardi mencontohkan sebuah kejadian di Bandarlampung saat seorang bapak kecewa karena anaknya tidak diterima di SMU Fransiskus Bandarlampung. Orang tua siswa itu merasa yakin akan kemampuan anaknya, tapi tidak lulus ketika tes penerimaan siswa SMU Fransiskus Bandarlampung.
Kemudian si bapak mengajukan permohonan kepada SMU Fransiskus Bandarlampung untuk mengetahui hasil tes anaknya itu. Pihak sekolah tidak memberikan informasi tersebut. Karena orang tua siswa itu mengetahui adanya UU No. 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka dia melapor ke Komisi Informasi Lampung.
Selanjutnya Komisi Informasi Lampung memproses pengaduan tersebut. Dari laporan itu, tambah Juniardi pihak Komisi Informasi Lampung memediasi antara pelapor (si bapak) dan terlapor (perwakilan SMU Fransiskus Bandarlampung). Dari hasil mediasi itu, diputuskan oleh Komisi Informasi Lampung bahwa terlapor harus memberikan apa yang diminta oleh pelapor, yaitu hasil test anak si pelapor.
“Cerita Ini hampir sama dengan sebuah kejadian di Thailand ketika seorang wali murid ingin mengetahui nilai ujian anaknya,” tambah Juniardi.
Juniardi, mantan wartawan sebuah harian di Bandarlampung, juga memberikan sebuah contoh kasus ketika seorang mahasiswa ingin mengetahui atau meminta data salah satu program dan anggarannya di Dinas Pendidikan Lampung.
Permintaan data-data itu dilakukannya dengan cara mengirim surat ke Dinas Pendidikan Lampung, dan suratnya itu ditembuskan pula ke Komisi Informasi Lampung. “Setelah 10 hari tidak ada balasan dari Dinas Pendidikan, mahasiswa itu datang ke kami untuk konsultasi. Selanjutnya kami melakukan koordinasi dengan pihak Diknas. Dinas ternyata bingung, karena mereka tidak paham soal Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi atau PPID,” ujar Juniardi.
Dalam melakukan koordinasi dengan Diknas Lampung, ketua KI Juniardi SI.P .M.H sekaligus melakukan sosialisasi tentang PPID. “Saya memberikan arahan dan masukan ke Dinas Pendidikan Lampung untuk membuat PPID. Mereka langsung menyambut baik dan tak berapa lama mereka telah membentuk PPID,” kata Juniardi.
Setelah terbentuk PPID, Dinas Pendidikan Lampung selanjutnya memberikan semua data yang diminta oleh mahasiswa itu.
Lebih lanjut Juniardi menjelaskan, informasi yang dikelola oleh badan publik tidak boleh di tutup-tutupi jika ada yang meminta. Badan Publik yang dimaksud ketua KI Lampung itu adalah eksekutif, legislatif, BUMN dan BUMD; atau lembaga lain yang sebagian atau seluruh anggarannya menggunakan anggaran negara, bantuan masyarakat, dan atau bantuan luar negeri.
Kemudian, tambah Juniardi, dalam meminta data atau informasi dari badan publik agar bisa diselesaikan oleh Komisi Informasi, peminta atau pemohon harus mengikuti aturan. Pertama pemohon perseorangan atau lembaga atau kelompok meminta data secara tertulis ke badan publik. Pemohon bisa menunggu selama 10 hari setelah surat permohonan diajukan. Setelah itu, jika diacuhkan pemohon dapat mengajukan keberatan ke atasannya, atasan itu bisa kepala dinas, atau sekretaris daerah tergantung kepada siapa pemohon meminta.
Atasan tersebut memiliki waktu 30 hari kerja untuk memberikan keputusan atau tanggapan dari pemohon. Kalau pemohon tidak puas dengan jawaban dari atasan itu, pemohon dapat melanjutkan persoalannya dengan mengajukan sengketa ke Komisi Informasi Lampung.
Setelah KI menerima pengajuan sengketa dari pelapor, KI melakukan proses registrasi, kemudian melakukan pemeriksaan berkas. Selanjutnya, KI membentuk Majelis Pemeriksaan Pendahulaan (MPP). “Dalam proses ini KI Lampung memutuskan apakah perkara ini layak atau tidak. Kalau layak langsung diteruskan, jika tidak layak dihentikan,”ujar Juniardi.
Kalau hasil dari MPP dinyatakan berkas tersebut layak diteruskan, maka KI Lampung akan melakukan klarifikasi dan mediasi kepada pemohon dan termohon. Jika tidak terjadi kata sepakat dalam proses mediasi, KI Lampung akan melakukan ajudikasi.
“Hasil sidang ajudikasi itu hanya dua saja, yaitu membuka sebagian atau seluruh informasi atau data yang diminta oleh pemohon; atau menutup sebagian atau semuanya,” kata Juniardi.
Menurut Juniardi Forum Wali Murid (FWM) Kota Bandarlampung dapat meminta data dana BOS yang dikelola oleh sekolah-sekolah di Bandarlampung.
“Caranya, FWM mengajukan surat permohonan atau permintaan data dana BOS itu ke sekolah. Tapi, jangan lupa minta tanda terima suratnya. Kalau PPID di sekolah itu tidak memberikan data-data yang diminta, FWM Kota Bandarlampung bisa mengajukan sengketa informasi ke KI Lampung,” jelas Juniardi.
Juniardi mengatakan sengketa informasi ini bisa masuk dalam ranah pidana jika termohon enggan memberikan informasi yang diminta. Dia mencontohkan, kalau keputusan KI Lampung mengharuskan sekolah dalam hal ini termohon untuk memberikan semua data yang diminta, tapi termohon tidak memberikan kepada pemohon, maka pemohon atau penggugat bisa melaporkan pihak termohon ke polisi.
Sesuai dengan UU No. 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, dalam pasal 52, sangat jelas dinyatakan bagi badan publik yang tidak memberikan informasi oleh pemohon, maka diancaman pidana penjara paling lama satu tahun dan denda Rp5 juta.
Dandy Ibrahim/Oyos Saroso HN
Sumber: koaklampung.org
Ketua Komisi Informasi (KI) Lampung Juniardi S.I.P., M.H. menegaskan tidak ada alasan untuk takut bagi orang tua murid bila ingin tahu dana-dana pendidikan yang dikelola oleh sekolah, baik itu dana BOS, uang komite, dan lain sebagainya.
“Orang tua siswa baik perseorangan maupun kelompok bisa kok meminta data-data dana pendidikan, termasuk dana BOS, di sekolah. Jika tidak diberi, mereka bisa lapor ke Komisi Informasi Lampung,” jelas Juniardi, Senin (21/10)
Juniardi mencontohkan sebuah kejadian di Bandarlampung saat seorang bapak kecewa karena anaknya tidak diterima di SMU Fransiskus Bandarlampung. Orang tua siswa itu merasa yakin akan kemampuan anaknya, tapi tidak lulus ketika tes penerimaan siswa SMU Fransiskus Bandarlampung.
Kemudian si bapak mengajukan permohonan kepada SMU Fransiskus Bandarlampung untuk mengetahui hasil tes anaknya itu. Pihak sekolah tidak memberikan informasi tersebut. Karena orang tua siswa itu mengetahui adanya UU No. 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka dia melapor ke Komisi Informasi Lampung.
Selanjutnya Komisi Informasi Lampung memproses pengaduan tersebut. Dari laporan itu, tambah Juniardi pihak Komisi Informasi Lampung memediasi antara pelapor (si bapak) dan terlapor (perwakilan SMU Fransiskus Bandarlampung). Dari hasil mediasi itu, diputuskan oleh Komisi Informasi Lampung bahwa terlapor harus memberikan apa yang diminta oleh pelapor, yaitu hasil test anak si pelapor.
“Cerita Ini hampir sama dengan sebuah kejadian di Thailand ketika seorang wali murid ingin mengetahui nilai ujian anaknya,” tambah Juniardi.
Juniardi, mantan wartawan sebuah harian di Bandarlampung, juga memberikan sebuah contoh kasus ketika seorang mahasiswa ingin mengetahui atau meminta data salah satu program dan anggarannya di Dinas Pendidikan Lampung.
Permintaan data-data itu dilakukannya dengan cara mengirim surat ke Dinas Pendidikan Lampung, dan suratnya itu ditembuskan pula ke Komisi Informasi Lampung. “Setelah 10 hari tidak ada balasan dari Dinas Pendidikan, mahasiswa itu datang ke kami untuk konsultasi. Selanjutnya kami melakukan koordinasi dengan pihak Diknas. Dinas ternyata bingung, karena mereka tidak paham soal Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi atau PPID,” ujar Juniardi.
Dalam melakukan koordinasi dengan Diknas Lampung, ketua KI Juniardi SI.P .M.H sekaligus melakukan sosialisasi tentang PPID. “Saya memberikan arahan dan masukan ke Dinas Pendidikan Lampung untuk membuat PPID. Mereka langsung menyambut baik dan tak berapa lama mereka telah membentuk PPID,” kata Juniardi.
Setelah terbentuk PPID, Dinas Pendidikan Lampung selanjutnya memberikan semua data yang diminta oleh mahasiswa itu.
Lebih lanjut Juniardi menjelaskan, informasi yang dikelola oleh badan publik tidak boleh di tutup-tutupi jika ada yang meminta. Badan Publik yang dimaksud ketua KI Lampung itu adalah eksekutif, legislatif, BUMN dan BUMD; atau lembaga lain yang sebagian atau seluruh anggarannya menggunakan anggaran negara, bantuan masyarakat, dan atau bantuan luar negeri.
Kemudian, tambah Juniardi, dalam meminta data atau informasi dari badan publik agar bisa diselesaikan oleh Komisi Informasi, peminta atau pemohon harus mengikuti aturan. Pertama pemohon perseorangan atau lembaga atau kelompok meminta data secara tertulis ke badan publik. Pemohon bisa menunggu selama 10 hari setelah surat permohonan diajukan. Setelah itu, jika diacuhkan pemohon dapat mengajukan keberatan ke atasannya, atasan itu bisa kepala dinas, atau sekretaris daerah tergantung kepada siapa pemohon meminta.
Atasan tersebut memiliki waktu 30 hari kerja untuk memberikan keputusan atau tanggapan dari pemohon. Kalau pemohon tidak puas dengan jawaban dari atasan itu, pemohon dapat melanjutkan persoalannya dengan mengajukan sengketa ke Komisi Informasi Lampung.
Setelah KI menerima pengajuan sengketa dari pelapor, KI melakukan proses registrasi, kemudian melakukan pemeriksaan berkas. Selanjutnya, KI membentuk Majelis Pemeriksaan Pendahulaan (MPP). “Dalam proses ini KI Lampung memutuskan apakah perkara ini layak atau tidak. Kalau layak langsung diteruskan, jika tidak layak dihentikan,”ujar Juniardi.
Kalau hasil dari MPP dinyatakan berkas tersebut layak diteruskan, maka KI Lampung akan melakukan klarifikasi dan mediasi kepada pemohon dan termohon. Jika tidak terjadi kata sepakat dalam proses mediasi, KI Lampung akan melakukan ajudikasi.
“Hasil sidang ajudikasi itu hanya dua saja, yaitu membuka sebagian atau seluruh informasi atau data yang diminta oleh pemohon; atau menutup sebagian atau semuanya,” kata Juniardi.
Menurut Juniardi Forum Wali Murid (FWM) Kota Bandarlampung dapat meminta data dana BOS yang dikelola oleh sekolah-sekolah di Bandarlampung.
“Caranya, FWM mengajukan surat permohonan atau permintaan data dana BOS itu ke sekolah. Tapi, jangan lupa minta tanda terima suratnya. Kalau PPID di sekolah itu tidak memberikan data-data yang diminta, FWM Kota Bandarlampung bisa mengajukan sengketa informasi ke KI Lampung,” jelas Juniardi.
Juniardi mengatakan sengketa informasi ini bisa masuk dalam ranah pidana jika termohon enggan memberikan informasi yang diminta. Dia mencontohkan, kalau keputusan KI Lampung mengharuskan sekolah dalam hal ini termohon untuk memberikan semua data yang diminta, tapi termohon tidak memberikan kepada pemohon, maka pemohon atau penggugat bisa melaporkan pihak termohon ke polisi.
Sesuai dengan UU No. 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, dalam pasal 52, sangat jelas dinyatakan bagi badan publik yang tidak memberikan informasi oleh pemohon, maka diancaman pidana penjara paling lama satu tahun dan denda Rp5 juta.
Dandy Ibrahim/Oyos Saroso HN
Sumber: koaklampung.org
0 comments:
Post a Comment