Salah satu destinasi wisata favorit di Lampung adalah Danau Ranau di Kabupaten Lampung Barat. Menurut sejarah, dari daerah ini pulalah muasal suku Lampung. Untuk mencapai Liwa, ibukota Kabupaten Lampung Barat, perlu waktu sekitar 6-7 jam dari Bandarlampung.
Ada dua jalur yang bisa ditempuh untuk sampai ke Liwa: melalui Kotabumi (Lampung Utara) atau Kotaagung (Kabupaten Tanggamus). Jika memilih jalur Kotabumi, jalan menuju Liwa akan berliku dan mendaki. Sebelum memasuki Liwa, kita akan menyaksikan deretan rumah panggung yang eksotik. Sementara jika melewati Kotaagung, kita lebih dulu melewati Pantai Krui, objek wisata pantai di Lampung Barat yang menjadi incaran turis-turis mancanegara, terutama kalangan peselancar.
Berangkat menuju Liwa hendaknya pagi atau siang hari. Sepanjang jalan menuju Liwa, mata kita akan dihibur pemandangan alam hijau segar. Selain hutan, di kiri kanan jalan membentang ladang kopi, kebun kol dan wortel. Topografi Lambar yang terdiri dari dataran rendah dan pegunungan, membuat cuaca dan udara di daerah ini cukup sejuk.
Perjalanan dari kota Liwa menuju Ranau sekitar 32 kilometer. Dari simpang tugu Kayu Aro, ikon kota Liwa di pusat kota, ambil arah kanan. Jalan menuju Danau Ranau lumayan mulus. Untuk sampai ke Danau Ranau bisa di tempuh dari dua jalur. Jalur pertama dari Kawasan Wisata Lumbok Resort.
Jalur kedua ditempuh melalui dikelola PT. Pusri. Jalan berliku di pinggang perbukitan dan lembah. Sampai di pertigaan Sukau, belok kiri. Jalan kian mendaki dan meliuk-liuk di pinggang bukit. Sampai di pertigaan Sukabanjar, berbelok ke kanan. Tak sampai lima belas menit, sampailah di Danau Ranau.
Danau Ranau adalah danau terbesar kedua di Sumatera setelah danau Toba. Terletak di antara Kabupaten Lampung Barat (Lampung) dan Kabupaten OKU Selatan (Sumsel). Danau dengan Gunung Seminung yang menjulang di tengahnya menawarkan panorama dan suasana alam perbukitan yang hijau segar. Jika mengedarkan pandangan, kita akan menatap gugusan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang mengelilingi danau.Salah satu keunikan Danau Ranau adalah ombaknya yang sesekali besar, meski tak setinggi ombak laut.
Danau Ranau tercipta dari letusan gunung berapi di zaman lampau. Sedemikian dahsyatnya letusan itu hingga menciptakan cekungan luas. Sungai besar yang ada di tempat itu akhirnya mengisi cekungan hingga menjelma danau. Gunung Seminung di tengah danau adalah sisa gunung berapi itu.
Jika hendak bermalam di Ranau, bisa memilih Seminung Lumbok Resort, sebuah tempat rehat seluas kurang lebih 15 hektar lengkap dengan fasilitas gedung untuk mengadakan berbagai kegiatan. Selain itu, sepanjang tepi danau ada sejumlah cottage dengan harga terjangkau. Ada juga beberapa cottage atau penginapan sederhana yang letaknya diluar lokasi danau. Sebaiknya membawa perlengkapan dan perbekalan secukupnya. Jika bermalam di Liwa, ada Wisma Sindalapai, wisma milik Pemda setempat.
Jika menempuh perjalanan malam ke Liwa, sebaiknya berhati-hati karena kabut tebal turun sepanjang jalan. Mereka yang sulit beradaptasi dengan cuaca dingin, mesti menyiapkan jaket atau sweater. Daerah ini berada di ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Bahkan di beberapa daerah tertentu seperti di Kecamatan Sekincau, suhunya amat dingin.
Danau Ranau luasnya sekitar 100 kilometer persegi. Air danau Ranau berasal dari beberapa anak sungai, seperti Warkuk, Way Relay, Way Sebarak, Way Selabung dan lainnya.
Mengelilingi danau makan waktu sekitar satu jam. Kita bisa melihat danau dan tebing di sebelah kanan. Jalan yang ditempuh menurun dan mendaki. Sayang, kondisi jalan banyak rusak. Ini menjadi rahasia umum problem pariwisata di Lampung, bahkan Indonesia.
Gunung Seminung tingginya sekitar 1.600 meter di atas permukaan laut. Dari gunung ini, kita juga bisa melihat Gunung Pesagi di Liwa. Gunung Seminung terletak di sebelah selatan Danau Ranau. Kabarnya, di puncak Seminung pun banyak bunga edelweiss. Untuk menyeberang ke Gunung Seminung ada dermaga di Pusri. Biayanya Rp. 150.000. Menempuh waktu kurang dari 30 menit. Sesampai di dermaga kecil, pengunjung diwajibkan membayar tiket Rp 1.000.
Kolam air panas letaknya bersebelahan dengan dermaga itu. Di kaki Gunung Seminung inilah terdapat lokasi pemandian air belerang yang berpagar tembok. Air kolam itu setinggi pinggang orang dewasa. Permukaannya terasa panas, namun begitu kita berada di dalamnya, terasa dingin. Air panas itu bersumber dari celah-celah bebatuan di kaki Seminung. Kalau berani, kita bisa meminum langsung. Di bawah gunung Seminung banyak goa sehingga air danau dapat masuk lebih jauh ke dalamnya.
Pak Sukiman, salah seorang pengurus di tempat itu, tak segan untuk membuktikan kepada pelancong. Beliau hampir setiap hari ada di kolam pemandian air panas. Sekitar tiga meja batu tempat istirahat dengan sejumlah penjual makanan ala kadarnya. Usai berendam di air panas, kita bisa istirahat di sana sambil menikmati makanan ala kadarnya yang dijual di sana.
Bentilihan adalah saat air danau memutih seperti air cucian beras disertai bau belerang menyengat. Beberapa hari setelah itu, biasanya ikan-ikan mati mengambang di permukaan danau. Kejadian tersebut tahun 1917, 1942. Menurut penelitian yang dilakukan profesor dari Jerman yang datang ke Ranau tahun 1917, bagian dasar Danau Ranau berupa pegunungan.
Nampaknya mesti ada penelitian lebih mendalam dari pihak berkompeten untuk meneliti sumber dan manfaat air panas ini, baik untuk pengunjung atau masyarakat setempat.
Danau Ranau dan Gunung Seminung pun tak bisa dilepaskan dari legenda Si Pahit Lidah, tokoh sakti dari Sumatera bagian selatan. Makam Si Pahit Lidah di Sukabanjar, tak jauh dari Danau Ranau. Selain itu, jika masih penasaran, kita bisa menyambangi sejumlah tempat yang konon merupakan jejak kutukan Si Pahit Lidah. Sayang, tempat-tempat itu belum dimaksimalkan oleh pemda dan warga setempat sebagai alternatif objek wisata.(Arman AZ/Lampung Review, Lampung Barat)
Ada dua jalur yang bisa ditempuh untuk sampai ke Liwa: melalui Kotabumi (Lampung Utara) atau Kotaagung (Kabupaten Tanggamus). Jika memilih jalur Kotabumi, jalan menuju Liwa akan berliku dan mendaki. Sebelum memasuki Liwa, kita akan menyaksikan deretan rumah panggung yang eksotik. Sementara jika melewati Kotaagung, kita lebih dulu melewati Pantai Krui, objek wisata pantai di Lampung Barat yang menjadi incaran turis-turis mancanegara, terutama kalangan peselancar.
Berangkat menuju Liwa hendaknya pagi atau siang hari. Sepanjang jalan menuju Liwa, mata kita akan dihibur pemandangan alam hijau segar. Selain hutan, di kiri kanan jalan membentang ladang kopi, kebun kol dan wortel. Topografi Lambar yang terdiri dari dataran rendah dan pegunungan, membuat cuaca dan udara di daerah ini cukup sejuk.
Perjalanan dari kota Liwa menuju Ranau sekitar 32 kilometer. Dari simpang tugu Kayu Aro, ikon kota Liwa di pusat kota, ambil arah kanan. Jalan menuju Danau Ranau lumayan mulus. Untuk sampai ke Danau Ranau bisa di tempuh dari dua jalur. Jalur pertama dari Kawasan Wisata Lumbok Resort.
Jalur kedua ditempuh melalui dikelola PT. Pusri. Jalan berliku di pinggang perbukitan dan lembah. Sampai di pertigaan Sukau, belok kiri. Jalan kian mendaki dan meliuk-liuk di pinggang bukit. Sampai di pertigaan Sukabanjar, berbelok ke kanan. Tak sampai lima belas menit, sampailah di Danau Ranau.
Danau Ranau adalah danau terbesar kedua di Sumatera setelah danau Toba. Terletak di antara Kabupaten Lampung Barat (Lampung) dan Kabupaten OKU Selatan (Sumsel). Danau dengan Gunung Seminung yang menjulang di tengahnya menawarkan panorama dan suasana alam perbukitan yang hijau segar. Jika mengedarkan pandangan, kita akan menatap gugusan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang mengelilingi danau.Salah satu keunikan Danau Ranau adalah ombaknya yang sesekali besar, meski tak setinggi ombak laut.
Danau Ranau tercipta dari letusan gunung berapi di zaman lampau. Sedemikian dahsyatnya letusan itu hingga menciptakan cekungan luas. Sungai besar yang ada di tempat itu akhirnya mengisi cekungan hingga menjelma danau. Gunung Seminung di tengah danau adalah sisa gunung berapi itu.
Jika hendak bermalam di Ranau, bisa memilih Seminung Lumbok Resort, sebuah tempat rehat seluas kurang lebih 15 hektar lengkap dengan fasilitas gedung untuk mengadakan berbagai kegiatan. Selain itu, sepanjang tepi danau ada sejumlah cottage dengan harga terjangkau. Ada juga beberapa cottage atau penginapan sederhana yang letaknya diluar lokasi danau. Sebaiknya membawa perlengkapan dan perbekalan secukupnya. Jika bermalam di Liwa, ada Wisma Sindalapai, wisma milik Pemda setempat.
Jika menempuh perjalanan malam ke Liwa, sebaiknya berhati-hati karena kabut tebal turun sepanjang jalan. Mereka yang sulit beradaptasi dengan cuaca dingin, mesti menyiapkan jaket atau sweater. Daerah ini berada di ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Bahkan di beberapa daerah tertentu seperti di Kecamatan Sekincau, suhunya amat dingin.
Danau Ranau luasnya sekitar 100 kilometer persegi. Air danau Ranau berasal dari beberapa anak sungai, seperti Warkuk, Way Relay, Way Sebarak, Way Selabung dan lainnya.
Mengelilingi danau makan waktu sekitar satu jam. Kita bisa melihat danau dan tebing di sebelah kanan. Jalan yang ditempuh menurun dan mendaki. Sayang, kondisi jalan banyak rusak. Ini menjadi rahasia umum problem pariwisata di Lampung, bahkan Indonesia.
Gunung Seminung tingginya sekitar 1.600 meter di atas permukaan laut. Dari gunung ini, kita juga bisa melihat Gunung Pesagi di Liwa. Gunung Seminung terletak di sebelah selatan Danau Ranau. Kabarnya, di puncak Seminung pun banyak bunga edelweiss. Untuk menyeberang ke Gunung Seminung ada dermaga di Pusri. Biayanya Rp. 150.000. Menempuh waktu kurang dari 30 menit. Sesampai di dermaga kecil, pengunjung diwajibkan membayar tiket Rp 1.000.
Kolam air panas letaknya bersebelahan dengan dermaga itu. Di kaki Gunung Seminung inilah terdapat lokasi pemandian air belerang yang berpagar tembok. Air kolam itu setinggi pinggang orang dewasa. Permukaannya terasa panas, namun begitu kita berada di dalamnya, terasa dingin. Air panas itu bersumber dari celah-celah bebatuan di kaki Seminung. Kalau berani, kita bisa meminum langsung. Di bawah gunung Seminung banyak goa sehingga air danau dapat masuk lebih jauh ke dalamnya.
Pak Sukiman, salah seorang pengurus di tempat itu, tak segan untuk membuktikan kepada pelancong. Beliau hampir setiap hari ada di kolam pemandian air panas. Sekitar tiga meja batu tempat istirahat dengan sejumlah penjual makanan ala kadarnya. Usai berendam di air panas, kita bisa istirahat di sana sambil menikmati makanan ala kadarnya yang dijual di sana.
Bentilihan adalah saat air danau memutih seperti air cucian beras disertai bau belerang menyengat. Beberapa hari setelah itu, biasanya ikan-ikan mati mengambang di permukaan danau. Kejadian tersebut tahun 1917, 1942. Menurut penelitian yang dilakukan profesor dari Jerman yang datang ke Ranau tahun 1917, bagian dasar Danau Ranau berupa pegunungan.
Nampaknya mesti ada penelitian lebih mendalam dari pihak berkompeten untuk meneliti sumber dan manfaat air panas ini, baik untuk pengunjung atau masyarakat setempat.
Danau Ranau dan Gunung Seminung pun tak bisa dilepaskan dari legenda Si Pahit Lidah, tokoh sakti dari Sumatera bagian selatan. Makam Si Pahit Lidah di Sukabanjar, tak jauh dari Danau Ranau. Selain itu, jika masih penasaran, kita bisa menyambangi sejumlah tempat yang konon merupakan jejak kutukan Si Pahit Lidah. Sayang, tempat-tempat itu belum dimaksimalkan oleh pemda dan warga setempat sebagai alternatif objek wisata.(Arman AZ/Lampung Review, Lampung Barat)
0 comments:
Post a Comment