Dewi Ria Angela/Teraslampung.com
JAKARTA -- Harga saham PT Perusahaan Gas Negara (PGN) yang berkode PGAS terjun bebas. Saham milik perusaaan pelat merah itu terus merosot sejak bergulirnya isu akuisisi itu pada Oktober tahun lalu, yakni dari Rp 5.450 kini menjadi dalam kisaran Rp 4.700 pada. PT Pertamina dan Kemeneg BUMN dituding sebagai pihak paling bersalah dalam kasus anjloknya harga saham PT PGN itu.
Drajad Wibowo, ekonom dari Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mengatakan kedua lembaga itu bersalah karena mengeluarkan isu akuisisi PGN dengan PT Pertamina (Persero) atau PT Pertagas.
“Padahal, akuisisi tersebut belum solid argumen mengenai biaya dan manfaatnya. Yang salah adalah pemerintah sendiri, terutama Pertamina dan Kementerian BUMN. Mengapa isu se-sensitif ini sampai muncul? Di sisi lain, benefit dan cost dari akuisisi tersebut tidak solid argumennya. Saya yakin ada penggorengan saham," kata ekonom yang juga politikus dari PAN itu, Senin (27/1).
Drajad meyakini, di tengah-tengah merosotnya harga saham PT PGN ada pihak yang ambil untung. Namun, kata dia, sangat sulit membuktikan pihak mana saya yang mengambil keuntungan tersebut.
"Biasanya kalau ada isu akuisisi, harga terdorong naik. Ini malah turun. Sepertinya ada penumpang gelap yang belum punya saham PGAS, lalu mau ambil murah, nanti menjelang akuisisi, baru harga naik," ujarnya.
Akibat penurunan saham sejak Oktober itu, negara menderita kerugian sekitar Rp 15 triliun.
Pada pertengahan Januari lalu (16/1/2014) Menteri BUMN memberi sinyal PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina Gas (Pertagas) kemungkinan besar akan mengakuisisi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. (PGAS) menyusul terjadinya kisruh berkepanjangan antara dua BUMN tersebut.
Ketika itu Dahlan Iskan menyatakan dua opsi bisa diajukan untuk merealisasikan aksi korporasi kedua perusahaan pelat merah itu, yaitu dua tahap dan satu tahap. Jika dua tahap, kata Dahlan, tahap pertama Perusahaan Gas Negara (PGN) membeli Pertagas. Setelah itu, Pertamina akan membeli PGN. Sementara jika satu tahap, menurut Dahlan, Pertamina akan langsung membeli PGN.
“Pilihan itu tergantung hasil kajian. Yang dipilih tentu yang terbaik dan berisiko kecil,” kata Dahlan.
Dahlan mengaku belum memutuskan hasil apa pun terkait dengan isu yang sedang ramai itu. Apalagi, baru-baru ini beredar risalah rapat yang berlangsung di Kantor Pusat Pertamina, 7 Januari 2014 lalu.
Dahlan mengatakan berbagai pemangku berkepentingan telah melakukan beberapa kali rapat koordinasi terkait dengan aksi korporasi itu. Rapat pertama dilakukan melalui grup Blackberry Messenger. Setelah itu, rapat kedua dihadiri para eselon I Kementerian BUMN serta jajaran direksi/komisaris Pertamina dan PGN pada 30 Desember 2013.
Rapat ketiga, kata Dahlan,digelar di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, pada 7 Januari 2014 lalu, tanpa dihadiri direksi PGN.
“Setelah itu, kami akan menggelar rapat lagi dengan direksi PGN tanpa direksi Pertamina beberapa hari ke depan. Lalu, kesepakatan baru akan diambil,” tuturnya.
Dahlam menambahkan 'kisruh' kedua perusahaan negara itu juga akan dibantu oleh PT Danareksa Sekuritas dan PT Bahana Securities, untuk mengkaji opsi terbaik dan menghitung valuasi saham, termasuk bila PGN positif diakuisisi Pertamina. Dahlan menegaskan hal itu bukan merger.
“Kalau merger kan, salah satu perusahaan akan hilang. Ini tidak. Tidak ada perusahaan yang hilang. Jadi, tidak masalah,” ujarnya.
JAKARTA -- Harga saham PT Perusahaan Gas Negara (PGN) yang berkode PGAS terjun bebas. Saham milik perusaaan pelat merah itu terus merosot sejak bergulirnya isu akuisisi itu pada Oktober tahun lalu, yakni dari Rp 5.450 kini menjadi dalam kisaran Rp 4.700 pada. PT Pertamina dan Kemeneg BUMN dituding sebagai pihak paling bersalah dalam kasus anjloknya harga saham PT PGN itu.
Drajad Wibowo, ekonom dari Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mengatakan kedua lembaga itu bersalah karena mengeluarkan isu akuisisi PGN dengan PT Pertamina (Persero) atau PT Pertagas.
“Padahal, akuisisi tersebut belum solid argumen mengenai biaya dan manfaatnya. Yang salah adalah pemerintah sendiri, terutama Pertamina dan Kementerian BUMN. Mengapa isu se-sensitif ini sampai muncul? Di sisi lain, benefit dan cost dari akuisisi tersebut tidak solid argumennya. Saya yakin ada penggorengan saham," kata ekonom yang juga politikus dari PAN itu, Senin (27/1).
Drajad meyakini, di tengah-tengah merosotnya harga saham PT PGN ada pihak yang ambil untung. Namun, kata dia, sangat sulit membuktikan pihak mana saya yang mengambil keuntungan tersebut.
"Biasanya kalau ada isu akuisisi, harga terdorong naik. Ini malah turun. Sepertinya ada penumpang gelap yang belum punya saham PGAS, lalu mau ambil murah, nanti menjelang akuisisi, baru harga naik," ujarnya.
Akibat penurunan saham sejak Oktober itu, negara menderita kerugian sekitar Rp 15 triliun.
Pada pertengahan Januari lalu (16/1/2014) Menteri BUMN memberi sinyal PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina Gas (Pertagas) kemungkinan besar akan mengakuisisi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. (PGAS) menyusul terjadinya kisruh berkepanjangan antara dua BUMN tersebut.
Ketika itu Dahlan Iskan menyatakan dua opsi bisa diajukan untuk merealisasikan aksi korporasi kedua perusahaan pelat merah itu, yaitu dua tahap dan satu tahap. Jika dua tahap, kata Dahlan, tahap pertama Perusahaan Gas Negara (PGN) membeli Pertagas. Setelah itu, Pertamina akan membeli PGN. Sementara jika satu tahap, menurut Dahlan, Pertamina akan langsung membeli PGN.
“Pilihan itu tergantung hasil kajian. Yang dipilih tentu yang terbaik dan berisiko kecil,” kata Dahlan.
Dahlan mengaku belum memutuskan hasil apa pun terkait dengan isu yang sedang ramai itu. Apalagi, baru-baru ini beredar risalah rapat yang berlangsung di Kantor Pusat Pertamina, 7 Januari 2014 lalu.
Dahlan mengatakan berbagai pemangku berkepentingan telah melakukan beberapa kali rapat koordinasi terkait dengan aksi korporasi itu. Rapat pertama dilakukan melalui grup Blackberry Messenger. Setelah itu, rapat kedua dihadiri para eselon I Kementerian BUMN serta jajaran direksi/komisaris Pertamina dan PGN pada 30 Desember 2013.
Rapat ketiga, kata Dahlan,digelar di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, pada 7 Januari 2014 lalu, tanpa dihadiri direksi PGN.
“Setelah itu, kami akan menggelar rapat lagi dengan direksi PGN tanpa direksi Pertamina beberapa hari ke depan. Lalu, kesepakatan baru akan diambil,” tuturnya.
Dahlam menambahkan 'kisruh' kedua perusahaan negara itu juga akan dibantu oleh PT Danareksa Sekuritas dan PT Bahana Securities, untuk mengkaji opsi terbaik dan menghitung valuasi saham, termasuk bila PGN positif diakuisisi Pertamina. Dahlan menegaskan hal itu bukan merger.
“Kalau merger kan, salah satu perusahaan akan hilang. Ini tidak. Tidak ada perusahaan yang hilang. Jadi, tidak masalah,” ujarnya.
0 comments:
Post a Comment