728x90 AdSpace

  • Berita Terkini

    Monday, April 7, 2014

    Di Dalam Tabung Suara /3/

    Suyadi San*

    Kemarin, hari ini, dan entah esok, aku masih saja menanti. Menanti.
    Berpeluh membasahi pertiwi. Tak kunjung henti. Tak kunjung henti.
    Ini barisan siap membela mati. Telah terpatri di sanubari.

    Kemarin, hari ini, entah esok, aku masih saja bermimpi mendapat permadani.
    Air suci murni. Tumpah dari langit lazuardi. Tanpa henti.Tanpa henti.
    Siap menungggu naungan mentari. Meraung dan merenda hari.

    Kutulis sejarah di dalam tabung suara.Tanpa nyali. Tanpa nyali. Telungkup semerah darah.
    Tak kunjung selesai. Menerpa kesumat anak-anak negeri:
    lanskap itu masih saja ternanti-nanti
    di tengah deru nyanyian ombak dan matahari.

    Jangan kau menoleh. Sebab cuaca sore ini menjadikan petaka berulang.
    Jangan kau menoleh. Sebab remuk-redam masih terbelam-belam di kaki bukit.

    Jiwa-jiwa merana. Nelangsa. Bernyanyi bersama aroma melati.
    Mawar-mawar yang kau tawarkan tertancap di dalam belanga.
    Berkeping-keping. Berkeping-keping. Masihkah kautikam jantungku di atas permadani merah,
    di atas peradaban yang tertoreh nanah. Darah menjadi nanah.
    Kini kausiapkan pula belati untuk membelah negeri.

    Kemarin, hari ini, entah esok atau apa lagi,
    desing peluru desau ngilu menjanjikan suatu keramat nan sepi.
    Tak berkesudahan. Tak berkesudahan.
    Lalu kita menelan bangkai dan lalat-lalat berhamburan menanak nasi
    di atas piring tempat kita bergumul perang.

    : mari kita sudahi saja permainan ini selagi malam ternina bobo sejuta impian.
    Sebab di atas permadani ini mereka tak lagi merasai denyutnya nadi.
    Tak terperi. Tak terperi. Seonggok kata telah mati.
    Ditikam ketakutan, terajut dalam benang-benang sejarah buram.
    Kusut, tak beraturan.

    Kemarin, esok, dan hari ini, kediktatoran akan muncul di satu negeri
    jika kita terus berlena-lena, menghitung angka-angka, suara-suara nan tak pasti
    karena telah disalib kemudharatan.

    : Allah, yaRabbi, selamatkan negeri ini dari bayang-bayang masa lalu yang tak berupa.
    Selamatkan anak cucu kami dari begundal-begundal dan setan gundul-setan gundul yang hobi
    menyulap suara penderitaan rakyat dari tabung-tabung yang Kauciptakan.

    : Allah, yaRabbi, jangan izinkan suaraku dihabisi rezim baru,
    authoritarian yang mensucikan kezaliman. Mensucikan

    Medan, 2004



    * Litbang dan Penjaga Rubrik Budaya di harian Mimbar Umum, Staf Publikasi dan Penerbitan UPT Balai Bahasa Medan di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, dan Dosen Bahterasia di FKIP UMSU
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Di Dalam Tabung Suara /3/ Rating: 5 Reviewed By: r3nc0n9
    Scroll to Top