728x90 AdSpace

  • Berita Terkini

    Saturday, January 18, 2014

    Puisi-Puisi Iswadi Pratama




    AMADEUS: LACRIMOSSA

    bukit-bukit es, jalanan berangin
    empat lelaki menguburmu tanpa requiem

    sebuah skop berkarat di tepi
    salju diseduh sedih di pangkal pagi

    di lembar-lembar partitur itu
    mengering luka; bekas perihmu

    di dinding-dinding kota Wina
    nyaring tawamu tak lagi menggema

    toksin menggerusmu hari demi hari
    seperti sebuah nada terhapus dari komposisi

    Salieri, Salieri…
    “bila Tuhan tak memberkati, kupilih berkatkusendiri”


    2010



    SEBUAH FANTASI DARI MODIGLIANI
                                           --Aletta

    engkau malim yang kujumpa di Milan
    dalam trem lembab di akhir November

    kau lunglai di bahuku, memandangi akanan
    sebuah kastil menggigil disepuh winter

    matamu teja, mata yang ingin percaya
    bahwa di awal musim nanti, akan ada yang kembali

    lalu kita seperti dingin dihembus angin
    aku pergi, dan kau menghilang dalam iring-iringan gypsy

    “aku angankan kau seperti Modigliani
    merebut Jeanne dari gereja yang sinis, tanpa tuberkulosis”

    tapi bagiku Aletta, matamu tak sompong belaka
    meski selalu kau rindukan rumah dan sebuah keluarga

    dan kini, di bawah hangat musim semi
    aku mengenangmu di tepi estuari

    di kaki Sforzesco, di taman Sempione
    sepi gemetar, seperti kau yang selalu dihalau

    kudengar suara batuk dan sesak nafas
    seseorang telah menyekapmu dalam kanvas

    tubuh Romani-mu lebih elok dalam warna dan garis
    dan aku terus kehilanganmu dalam seluruh sintaksis


    2010



    SEORANG YANG TERGESA
                            ---biografi
       
    ia selalu tergesa merasa mencintai
    dan terlalu cepat membenci

    dengan gampang menganggap menemukan
    lalu kecewa karena kehilangan

    terlampu pasti menyebut hutan sebagai pohonan
    maka keliru dan menganggapnya jebakan

    ia terlampau gegabah menduga kedalaman
    dengan bangga berenang di permukaan

    ia tak pernah sedikit bersabar menafsir itibar
    mendaki terjal gunung seolah padang datar

    ia hanya gemar menyigi tubir
    dengan tergesa menyebut diri penyair


    Bandar Lampung, 2000

    --

    Iswadi Pratama lahir di Tanjungkarang, Bandarlampung, 8 April 1971 . Pada 2005 terpilih sebagai salah seorang penyair untuk diundang mengikuti Festival Sastra Internasional, Wintemachten. Sehari-hari Iswadi menekuni teater sebagai sutradara dan direktur artististik Teater Satu.

    Beberapa naskah teaternya: Ruang Sekarat, Rampok, Ikhau, Nak, Menunggu Saat Makan, Dongeng tentang Air, dan Aruk Gugat. Bersama Teater Satu, Iswadi dua kali mendapatkan Hibah Senia dari Yayasan Kelola (2002 dan 2004) untuk pentas keliling di sejumlah kota di Indonesia. Dia juga mementaskan naskah-naskah puisinya dalam bentuk teater seperti Nostalgia Sebuah Kota, yang meraih peringkat ketiga GKJ Award 2003. Naskah ini dalam even yang sama, menjadi naskah terbaik I.

    Puisi dan cerpennya terpulikasi di berbagai media massa. Selain itu terhimpun dalam antologi bersama: Gelang Semesta (1987), Belajar Mencintai Tuhan (1992), Daun-Daun Jatuh Tunas-Tunas Tumbuh (1995), Refleksi Setengah Abad Indonesia (1995), Antologi Cerpen dari Lampung (1996), Cetik (1996), Mimbar Abad 21 (1996), Hijau Kelon dan Puisi 2002 (2002), Pertemuan Dua Arus (2004), Gerimis (dalam Lain Versi) (2005, Asia Literary Review (2006), dan Terra (Australia-Indonesia, 2007).

    Antologi puisi tunggalnya: Gema Secuil Batu (2011).


    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Puisi-Puisi Iswadi Pratama Rating: 5 Reviewed By: r3nc0n9
    Scroll to Top