728x90 AdSpace

  • Berita Terkini

    Thursday, January 16, 2014

    Hore! MK Hapus Frasa Pasal Karet!

    Ketua MK Hamdan Zoelva (ist)
    Bambang Satriaji/Teraslampung.com

    JAKARTA--
    Acungan jempol layak diberikan kepada Mahkamah Konstitusi (MK). MK akhirnya) mengabulkan sebagian permohonan Pengujian Undang Undang (PUU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dengan begitu, warga Indonesia tidak perlu lagi trauma pada pasal karet yang bisa menjerat ke dalam terali besi.

    Dalam sidang MK yang dipimpin ketua MK Hamdan Zoelva, majelis hakim MK menyatakan bahwa frasa, Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    "Mengadili, menyatakan, mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," tegas Ketua MK, Hamdan Zoelva, saat membacakan putusan di MK, Jakarta, Kamis (16/1)

    Menurut MK frasa Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Sebab, memberikan peluang terjadinya kesewenang-wenangan penyidik dan penuntut umum dalam implementasinya.

    "Terutama bagi pihak yang dilaporkan, sehingga justru bertentangan dengan prinsip konstitusi yang menjamin perlindungan atas hak untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil dalam proses penegakan hukum," ujar Hakim Konstitusi, Ahmad Fadil Sumadi, saat membacakan pertimbangan hukum.

    Oleh karena itu, lanjut Fadil, permohonan Pemohon dalam pengujian konstitusionalitas Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP sepanjang frasa, “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” beralasan menurut hukum.

    Mahkamah berpendapat sebagai suatu rumusan delik, kualifikasi, “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” tidak dapat diukur secara objektif. Seandainya pun dapat diukur maka ukuran tersebut sangatlah subjektif dan hanya berdasarkan atas penilaian korban, para penyidik, dan penuntut umum semata.

    "Sebagai akibat dari adanya rumusan delik yang demikian tersebut, dapat juga menjadi peluang bagi penyidik dan penuntut umum untuk berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain berdasarkan suatu laporan," kata Fadil

    Apabila tidak laporan tidak terbukti di pengadilan, maka pihak yang dilaporkan jelas telah menderita kerugian karena harus berurusan dengan penyidik dan penuntut umum dan terlebih lagi apabila yang bersangkutan ditahan.

    Dengan begitu, artinya seseorang telah kehilangan kemerdekaan sebagai hak asasinya, padahal hukum pidana dan hukum acara pidana justru untuk melindungi hak asasi dari kesewenang-wenangan penegak hukum.

    Selain itu, yang bersangkutan secara moral dan sosial telah dirugikan karena telah mengalami stigmatisasi sebagai orang yang tercela sebagai akibat laporan tersebut.

    Adapun ketentuan Pasal 335 ayat (1) KUHP adalah: Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan kekerasan, dengan sesuatu perbuatan lain atau dengan perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan ancaman kekerasan, dengan ancaman perbuatan lain atau dengan ancaman perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.

    Dalam putusan MK, Pasal 335 ayat (1) KUHP menjadi dinyatakan, “Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”

    Sebelumnya, Pemohon, Oie Alimin Sukamto merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 335 ayat (1) KUHP dan Pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP yang mengatur tentang tindak pidana perbuatan yang tidak menyenangkan.

    Pemohon menilai, Pasal 335 ayat (1) KUHP sebagai ‘pasal karet’ karena delik perbuatan  tidak menyenangkan yang diatur di dalamnya sangat  luas maknanya. Akibatnya, dalam praktiknya polisi cenderung mudah sekali menerapkan Pasal 335 ayat (1) KUHP dengan dalih ‘pembuktian nanti urusan pengadilan’.

    Lebih lanjut, Pemohon mendalilkan pada seorang  tersangka dalam perkara perbuatan tidak menyenangkan sering dilakukan penahanan seperti yang dialami oleh Pemohon. Namun, menurut Pemohon, kepentingan untuk melakukan penahanan merupakan sifat yang sangat subjektif yang diukur berdasarkan kewenangan yang  bersifat subjektif  pula.

    Karena  bersifat  subjektif pada akhirnya banyak perintah-perintah penahanan dikeluarkan yang tidak  sesuai  dengan  alasan-alasan  penahanan.

    Padahal semestinya penahanan seorang tersangka dalam  perkara perbuatan  tidak  menyenangkan tetap mengacu pada suatu alasan hukum, seperti diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup; dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran tersangka atau terdakwa akan melarikan diri; merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

    Karena itulah kemudian Pemohon menilai Pasal 335 ayat (1) KUHP tersebut tidak memenuhi rasa keadilan baik dalam kacamata konstitusi maupun dalam kacamata sosiologis untuk pemohon.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Hore! MK Hapus Frasa Pasal Karet! Rating: 5 Reviewed By: r3nc0n9
    Scroll to Top